Ada pun biaya tidak langsung dari merokok meliputi kehilangan sumber daya lain, seperti waktu dan produktivitas yang hilang akibat sakit dan disabilitas, serta kematian prematur karena penyakit terkait rokok. Orang yang sakit mungkin tidak bisa bekerja atau bahkan tidak mampu melakukan kegiatan rumah tangga dan perawatan anak. Biaya morbiditas diperkirakan dengan menentukan berapa yang mampu dihasilkan orang tersebut (dengan pekerjaan berupah) dan juga memperkirakan nilai untuk produksi rumah tangga yang hilang.
Kemungkinkan perokok meninggal karena beberapa jenis penyakit yang terkait dengan kebiasaan merokok akan meningkat. Nilai hilangnya nyawa dikenal sebagai biaya mortalitas. Satu ukuran yang digunakan untuk mengikuti nilai kehidupan yang dibuat berdasarkan nilai moneter kehidupan. Perhitungan bisa dilakukan menggunakan human capital approach, yang menghargai nyawa berdasarkan apa yang dihasilkan oleh individu. Ada pula pendekatan keinginan untuk membayar (willingness to pay approach), yang menghargai nyawa berdasarkan apa yang mereka berani tanggung untuk menghindari penyakit atau kematian.
Pengukuran lain yang digunakan adalah nilai kerugian akibat kematian prematur dihitung dengan menggunakan kehilangan tahun produktif, dengan memperhitungkan sisa usia berdasarkan harapan hidup (years of potential life lost/YPLL). Disability Adjusted Life Years (DALYs) Loss alias Tahun Produktif yang Hilang menggabungkan sakit dan atau disabilitas karena merokok dan kematian prematur dalam satu pengukuran.
Tahun produktif yang hilang
Sebagai faktor risiko, tembakau bertanggung jawab atas lebih dari 30 penyakit, sebagian besar penyakit tidak menular. Dalam studi ini, kami menggunakan pengukuran 33 penyakit berdasarkan data WHO, mulai dari kanker, jantung koroner, tuberkulosis paru, hingga radang sendi.
Data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tingginya beban penyakit tidak menular yang terkait tembakau telah menguras keuangan BPJS.
Meningkatnya jumlah perokok aktif di kalangan generasi muda akan membahayakan kualitas generasi mendatang dan mempengaruhi kualitas bonus demografi yang diharapkan terjadi di Indonesia.
Karena nikotin pada tembakau bersifat adiktif, belanja tembakau pada tingkat rumah tangga mengalahkan semua prioritas belanja rumah tangga lainnya, termasuk keperluan makanan bergizi dan pendidikan anak. Situasi ini dapat melanggengkan atau memperburuk tingkat sosial-ekonomi keluarga miskin.
Melihat pentingnya tembakau sebagai salah satu risiko utama terhadap kesehatan, pemantauan terhadap distribusi dan intensitas penggunaan tembakau menjadi penting dalam mengidentifikasi prioritas intervensi dan mengevaluasi kemajuan upaya pengendalian tembakau.
Implikasi kebijakan
Epidemi penggunaan tembakau menimbulkan penyakit terkait tembakau yang sebenarnya dapat dicegah, mempengaruhi kesejahteraan sosial masyarakat warga miskin dan memperburuk beban ekonomi makro negara.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.