KOMPAS.com - Untung rugi video games terus menjadi hal seru untuk digali dan dibicarakan.
Seperti diberitakan sebelumnya, video game, khususnya game aksi, disebut dapat meningkatkan kemampuan kognitif otak, seperti persepsi, atensi, dan waktu reaksi. Hal ini seperti yang termuat dalam jurnal Psychological Bulletin yang terbit 27 November 2017.
Meski memiliki keuntungan, namun bermain video game secara obsesif ternyata dapat menyebabkan kecanduan dan berubah menjadi gangguan kesehatan.
Seperti dilansir dari CNN, Kamis (28/12/2017), Badan Kesehatan Dunia (WHO) akan menetapkan gangguan karena video game atau gangguan permaian ke dalam daftar penyakit mental atau gangguan perkembangan saraf pada 2018 nanti.
Baca juga : Jangan Salah, Video Game Bisa Tingkatkan Kemampuan Kognitif Otak
Hal ini merujuk dalam draft beta dari International Classification of Diseases ke-11 (ICD-11) yang mendefinisikan kelainan tersebut sebagai pola perilaku persisten atau berulang.
ICD digunakan oleh tenaga kesehatan profesional global dan berfungsi sebagai standar Internasional untuk menentukan kondisi kesehatan dan penyakit.
Dalam draft ICD-11 disebut bahwa pola perilaku seperti itu memiliki tingkat keparahan yang cukup untuk menghasilkan gangguan signifikan pada beberapa lingkungan.
"Meliputi area fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, atau bidang penting lainnya," tulis ICD-11.
Hal ini dilandasi oleh peningkatan kematian mendadak dan menurunnya fisik berkaitan dengan game dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga : Mungkinkah Kecanduan Game adalah Bentuk Kekosongan Jiwa?
Pada 2014, seorang wanita China berusia 27 tahun meninggal mendadak setelah bermain video game selama lebih dari 10 jam.
Selanjutnya, pada 2015 seorang remaja Rusia berusia 17 tahun koma dan akhirnya meninggal seelah bermain video game terus menerus selama 22 hari tanpa tidur dan makan.
Dalam draft tersebut dijelaskan, kelainan pada permainan ditandai oleh gangguan kontrol dengan peningkatan prioritas pada permainan meski konsekuensinya negatif.
"ICD-11 baru membahas deskripsi klinis gangguan permainan karena video game, belum membahas pencegahan dan pengobatannya," kata Gregory Hartl, juru bicara WHO.