KOMPAS.com - Sejarah kedokteran Indonesia tidak bisa lepas dari Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera atau STOVIA. Sekolah ini melahirkan dokter-dokter mumpuni yang berjasa bagi dunia kedokteran yang karyanya masih bisa kita nikmati hingga sekarang.
STOVIA juga bukan melulu soal belajar menjadi dokter. Lebih dari itu, sekolah ini menjadi cikal bakal bangkitnya kesadaran dan kebangkitan semangat perjuangan di kalangan dokter.
Namun dibalik itu semua tak banyak yang terungkap soal bagaimana seluk beluk kehidupan sehari-hari calon dokter di masa itu.
"Kehidupan sehari-hari yang dijalani para siswa STOVIA ini merupakan hal menarik untuk diceritakan. Selain belum banyak yang mengungkapkannya, dengan mengetahui kehidupan sehari-sehari mereka, kita bisa mengetahui bagaimana pemikiran mereka terbentuk," kata Dieka W. Mardheni, pemakalah pada acara 60 tahun Seminar Sejarah Nasional yang berlangsung 14-16 Desember 2017 di Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Dalam presentasinya yang berjudul Di Antara Tradisi dan Modernitas : Kehidupan Sehari-hari Siswa Kedokteran (Eleve) di Batavia 1851-1927, ia memaparkan aktivitas yang dijalani siswa dan juga beberapa peraturan yang berlaku di sekolah itu.
Baca Juga : Kisah Lima Dokter Hebat Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda
Peraturan Ketat
Sebagai siswa STOVIA, ternyata para calon dokter ini diwajibkan untuk tinggal di asrama dan harus menaati aturan-aturan yang berlaku.
Aktivitas mereka dimulai dari jam 8.00-22.00. Mereka juga diwajibkan untuk menggunakan pakaian adat masing-masing daerah. Misalnya siswa dari melayu akan menggunakan peci sementara baju boleh memakai model baju Eropa. Lain lagi dengan siswa dari Jawa, mereka akan mengenakan baju adat Jawa mulai dari kain hingga blangkon.
Di waktu senggang para siswa boleh memanfaatkan ruang rekreasi yang sudah disiapkan untuk mereka.
"Salah satu bagian di STOVIA digunakan sebagai ruang rekreasi untuk para siswanya. Ruang rekreasi ini terbilang komplit, ada meja biliyar, tempat membaca buku. Mereka juga difasilitasi dengan ruang olah raga contohnya lapangan tenis," terang Dieka.
Barulah saat akhir pekan mereka diijinkan keluar asrama untuk kegiatan bebas.
"Dan sama seperti saat ini para siswa pun juga jalan-jalan dan nonton bioskop," imbuhnya.
Tetapi meski bebas beraktifitas diluar asrama, bukan berarti mereka benar-benar lepas dari aturan. Mereka tetap di wajibkan mengenakan atribut yang menunjukkan bahwa mereka adalah siswa STOVIA. Seperti topi dan pin yang harus terpasang di baju mereka.
Kalau ketahuan melanggar aturan-aturan tersebut para siswa terancam kena hukuman. Bisa dikurung atau denda sekitar 0,25 gulden.