Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seluk Beluk Ancaman Global Krisis Energi Angin dan Keresahan Ilmuwan

Kompas.com - 13/12/2017, 15:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Lalu, energi angin di Brasil naik 35 persen, sedangkan di Afrika barat, energi angin naik hingga 40 persen.

Alasan daerah pesisir mengalami peningkatan energi angin adalah karena daratan memanas lebih cepat dibandingkan lautan. Perbedaan itu adalah sumber energi bagi angin.

"Ironisnya, semakin panas, semakin meningkat tenaga angin di sana," ungkap Karnauskas.

Namun, di garis lintang utara, pendorong utama angin adalah perbedaan antara suhu Arktika dan daerah tropis. Padahal, Arktika sendiri memanas dengan cepat sehingga perbedaan suhunya lebih sedikit.

Untuk itu, para ilmuwan harus mengubah prediksi kecepatan angin yang dipengaruhi perubahan iklim, menjadi energi angin. Faktor suhu, tekanan, dan kelembapan memengaruhi kekuatan angin.

Baca juga: 139 Negara Diperkirakan Mampu Tinggalkan Energi Fosil pada 2050

"Udara yang lebih padat akan semakin kencang pada turbin angin," kata Karnauskas.

Profesor Brian Hoskins dari SelImperial College London yang tidak terlibat dalam penelitian ini pun turut menanggapinya.

"Penting untuk mencoba memperkirakan bagaimana perubahan iklim kemungkinan akan mempengaruhi semua aktivitas kita. Ini adalah contoh yang bagus," kata Prof Hoskins.

Penelitian ini sebenarnya menganalisis rata-rata angin bulanan di wilayah yang luas. Untuk hal tersebut, Hoskins menyebut bahwa perubahan skala yang lebih kecil bisa lebih penting untuk ladang angin tertentu.

Hal berbeda diungkapkan oleh Dave MacLeod dari Universitas Oxford. Mac Leod berkata bahwa penelitian resolusi tinggi lainnya menemukan hasil yang berbeda di Amerika Serikat.

Menanggapi hal itu, Karnauskas mengakui adanya ketidakpastian. Dia pun berharap agar penelitian ini memberi titik awal untuk penelitian lanjutan yang lebih fokus.

"Ini menunjukkan bahwa tempat-tempat tertentu memerlukan studi terperinci. Sampai sekarang, kami merasa tidak ada lagi konsistensi keprihatinan bersama terhadap masalah tersebut," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau