Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

139 Negara Diperkirakan Mampu Tinggalkan Energi Fosil pada 2050

Kompas.com - 28/08/2017, 16:21 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com –- Menjaga bumi juga berarti menjaga kelangsungan hidup manusia di dalamnya. Kesadaran itu setidaknya terwujud dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015 (COP 21) di Paris, Perancis, yang diiuti sebanyak 195 negara.

COP 21 berusaha membatasi pemanasan global maksimum dua derajat celcius hingga tahun 2100, meskipun target utama yang tertulis pada Piagam Paris adalah sebesar 1,5 derajat Celsius.

Target 1,5 derajat celcius ini sebenarnya dapat terwujud bila antara tahun 2030 dan 2050 tidak ada emisi gas rumah kaca, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di Joule pada 23 Agustus 2017.

(Baca juga: 71 Persen Gas Rumah Kaca Global Ternyata Berasal dari 100 Produsen)

Para peneliti menyatakan bahwa hampir tiga perempat negara di dunia dapat menggunakan energi terbarukan pada tahun 2050. Estimasi itu dibuat oleh sekitar 30 ilmuwan berdasarkan kemampuan 139 negara untuk beralih secara 100 persen, dari bahan bakar fosil ke energi angin, air, dan tenaga surya.

"Temuan kami menunjukkan bahwa manfaatnya sangat besar sehingga kita seharusnya mempercepat transisi ke angin, air, dan matahari, dan menghentikan sistem bahan bakar fosil di mana saja yang kita bisa," kata salah satu anggota tim, Mark Delucchi dari University of California, Berkeley.

Dilansir dari Science Alert 24 Agustus 2017, para ilmuwan mencatat perubahan penggunaan energi akan menciptakan 24 juta lapangan pekerjaan baru. Penguranan energi fosil juga dapat mengurangi angka kematian prematur akibat polusi udara sebesar 4,6 juta korban jiwa setiap tahunnya.

The Solutions Project The Solutions Project

Dalam bentuk sebelumnya, penelitian ini sudah pernah dipresentasikan di COP 21, saat Amerika Serikat memaparkan perihal 50 negara bagiannya akan membuat transisi energi terbarukan pada tahun 2050. Kedua penelitan dipelopori oleh Mark Z Jacobson dari Stanford University - salah satu pendiri lembaga non-profit AS The Solution Project.

"Apa yang saya temukan paling menarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa setiap negara yang kami periksa memiliki sumber daya yang cukup untuk beralih ke energi terbarukan," katanya kepada Charles Q Choi di IEEE Spectrum.

"Meskipun dalam kasus beberapa negara kecil dengan populasi sangat tinggi, ini mungkin memerlukan usaha lebih seperti mengimpor energi dari tetangga mereka atau menggunakan energi lepas pantai yang luar biasa tinggi," katanya lagi.

Jacobson dan timnya tak berhenti pada negara. "Selanjutnya, kami akan mengembangkan peta agar masing-masing kota dapat mencapai 100 persen energi bersih dan terbarukan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau