Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Tragis dari Bangkai Kapal Batavia dan Kejamnya Perompak

Kompas.com - 10/12/2017, 20:30 WIB
Monika Novena

Penulis

KOMPAS.com - Banyak cerita mengejutkan dibalik bangkai kapal Batavia yang karam di pulau Beacon, lepas pantai Australia Barat.   

Setidaknya ada lima mayat penumpang Batavia yang ditemukan di tempat itu. Mayat-mayat ditemukan berjajar dengan kondisi terikat dan anehnya tidak ada bekas tanda kekerasaan di tubuh mereka.

Bisa jadi korban meninggal karena dehidrasi setelah karam dan sekaligus mencegah upaya "liar" bagi korban yang selamat untuk bertahan. Mereka saling mengikat.  

Lima awak kapal Batavia tersebut merupakan awak dari kapal perusahaan Hindia Belanda yang berlayar pada tahun 1629. Dalam dalam perjalanannya dari Belanda ke Jawa, kapal tersebut justru karam di perairan Australia. 

Ini tak hanya sekedar kapal Batavia yang karam, masih ada kisah tragis dibalik itu. 

Baca Juga : Kisah Batavia yang Dijuluki Kota Tahi oleh Prajurit Mataram

Sudah menjadi buah bibir, para penumpang Kapal Batavia sering dirompak dan dibunuh oleh para perompak saat berada di daerah Morning Reef , tak jauh Pulau Beacon.

Arkeolog menemukan tanda-tanda kekejaman perompak di kuburan massal di sebuah pulau di bagian barat Australia. 

Salah satunya adalah sebuah kerangka tanpa kepala milik seorang pria. Diduga dijagal perompak lalu tubuh korban diseret ke tempat kuburan massal.

Arkeolog menjelaskan bahwa komandan kapal, Francisco Pelsaert, meninggalkan kapal untuk mencari sumber air terdekat. Sayangnya, dirinya harus turun kapal selama tiga bulan untuk mencari sumber air bagi kru kapalnya. 

Hal ini memancing seorang pedagang bernama Jeronimus Cornelisz yang terkenal tamak  untuk  mengambil alih kapal dan melakukan serangkaian pembunuhan. Tak terkecuali perempuan dan anak-anak.

Kekejian baru berakhir setalah Pelsaert kembali ke kapal dan akhirnya melumpuhkan Cornelisz dan para pemberontak pengikut Cornelisz dieksekusi.

Tapi semuanya sudah terlambat. Dari 282 penumpang, total ada 115 orang yang meninggal dan kebanyak diantaranya dibunuh. Pulau Beacon pun mendapat julukan Kuburan Batavia atau "Pulau Pembantaian". 

Bagi Jeremy Green, kepala arkeologi maritim di Museum Western Australian, hal tersebut mengundang tanya. "Ini cerita yang cukup aneh, bukan? Saya belum pernah membaca sesuatu yang seburuk itu,"kata pria yang sudah mempelajari bangkai kapal Batavia selama lebih dari 40 tahun. 

Penelitian mengenai kapal ini memang sudah dilakukan oleh para arkeolog selama beberapa dekade. Dalam rentang waktu tersebut beberapa korban kapal ditemukan.

Pada akhir 1980an, nelayan di Pulau Beacon menggali saluran pembuangan dari kamar mandi dan mereka menemukan tulang manusia. Lantas pada tahun 1994, arkeolog mulai menggali situs tersebut dan menemukan tiga kerangka orang dewasa, remaja, anak kecil serta bayi.

"Sebanyak 10 individu telah ditemukan di bagian utama pulau Beacon dalam tiga tahun terakhir. Ini memberikan informasi baru yang berharga," kata Daniel Franklin  arkeolog dari University of Western Australia dikutip dari National Geographic, Kamis (7/12/2017).

Baca juga : Menyingkap Misteri Kapal VOC yang Karam dalam Perjalanan ke Batavia

Rencana lain untuk meneliti tragedi kapal Batavia juga diungkapkan oleh Liesbeth Smits, antroplog dari University of Amsterdam.

Ia berencana mengukur komposisi elemen makanan pada kerangka yang baru ditemukan dan mengetahui apa yang dimakan korban. Dengan menggunakan teknik ini, ia berharap dapat melacak asal penumpang. Banyak penumpang Batavia ternyata tidak hanya berasal dari Belanda saja namun juga Skandinavia, Inggris, Prancis dan Jerman.

Seperti diketahui, tahun 1620-an, Eropa berada dalam pergolakan Perang Tiga Puluh Tahun yang mengerikan. Belanda juga masih berjuang dalam perang kemerdekaannya selama beberapa dekade melawan Spanyol.

Saat itu, perang berkepanjangan membuat warga memilih untuk melarikan diri dan bergabung dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda merupakan sebuah jalan keluar yang beresiko.  Hanya satu dari tiga orang Eropa yang melakukan perjalanan pernah kembali selamat.

"Orang pindah dimana ada peluang. Mereka bisa di beri  makan dan cukup dibayar dengan baik, jika beruntung mereka juga punya uang lebih," kata Jeremy Green, kepala arkeologi kelautan Western Australian Museum.

Baca Juga: Kapal Inggris Rusak 1.600 Meter Persegi Terumbu Karang Raja Ampat

Dalam kasus Batavia, Smits berkata "Anda tahu persis apa yang terjadi pada mereka dan betapa mengerikannya hal itu, [jadi] itu memang mendekati, tapi Anda selalu tetap objektif,". 

Studi ini masih akan terus berlanjut. Rencananya tahun depan tim peneliti akan menerbitkan artikel ilmiah mengenai temuan mereka dan menjelaskannya dalam publikasi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau