Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah Manusia dan Primata Menjalin Persahabatan yang Tulus?

Kompas.com - 05/12/2017, 20:45 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Belakangan beredar video bocah laki-laki yang berusia sekitar satu tahun asal India Tenggara akrab dengan kelompok monyet.

Dalam video tersebut, bocah ini terlihat sangat nyaman dikelilingi beberapa monyet abu-abu (Semnopithecus).

Tidak ada ketakutan saat dia duduk dikelilingi para monyet, bermain petak umpet di dalam rumah, bahkan anak ini berani memegang ekor monyet.

Acap kali, monyet-monyet itu melompati anak ini. Monyet yang juga disebut monyet hanoman ini memang memiliki populasi tinggi di India.

Dalam pemberitaan media lokal, hubungan bocah laki-laki dengan para monyet itu digambarkan sebagai persahabatan luar biasa.

Selain bocah asal India, hubungan akrab manusia dan monyet sudah beberapa kali ditemukan.

Dari beberapa peristiwa itu, banyak orang mempercayai bahwa primata dapat membantu manusia jika dibutuhkan.

Baca Juga: Berduka, Monyet Jambul Makan Mayat Anaknya Sendiri

Apakah sains membenarkan pandangan ini?

Para ilmuwan membenarkan bahwa primata merupakan saudara jauh manusia. Tapi di sisi lain para ilmuwan juga menyangsikan monyet juga melihat hal yang sama pada manusia.

"Kenyataannya adalah hewan-hewan ini sangat oportunistik," kata Luisa Arnedo, periset senior National Geographic Society, yang mendapat gelar PhD untuk primata, dikutip dari National Geographic, Senin (4/12/2017).

Manusia yang membawa makanan seperti yang terlihat di dalam video sering didekati monyet. Hal ini menjadi salah satu alasan hubungan aneh ini.

Arnedo menjelaskan, jenis monyet lama cenderung memiliki sifat sosial. Mereka hidup berkelompok dengan 15 orang. Sudah biasa bagi para primata untuk saling berempati di dalam kelompok.

"Persahabatan dan kolaborasi sangat penting untuk bertahan di dalam kelompok," jelasnya.

Sementara itu, Augustin Fuentes, antropolog dari Universitas Notre Dame mengatakan, primata bukanlah tipe satwa yang dapat merawat anak manusia.

Memang, ada beberapa kera dewasa yang mengadopsi bayi kera, tapi kemungkinannya kecil untuk mereka merawat spesies berbeda seperti manusia.

"Hal itu mungkin saja, tapi sangat jarang terjadi," ujar Fuentes.

Baik Arnedo dan Fuentes, keduanya memiliki catatan p,ribadi terkait ikatan yang tumbuh antara manusia dan monyet.

"Jika Anda banyak menghabiskan waktu dengan mereka (monyet), Anda seperti menjadi bagian dari kelompok," kata Arnedo.

Menurutnya sama seperti manusia, primata juga membentuk kelompok berdasarkan faktor lingkungan dan kepribadiannya.

Baca Juga : Jangan Ditanyakan Lagi, Ini Alasan Kera Tidak Berevolusi Jadi Manusia

Misalnya, kelompok monyet yang tinggal di daerah rawan perburuan mungkin akan memusuhi manusia. Hal ini berbeda dengan kehadiran manusia yang kerap memberi makan.

Alasan manusia bisa 'berteman' dengan kelompok monyet, kedua ilmuwan ini setuju hal ini karena bocah ini kerap memberi makanan pada monyet. Selain itu, karena bocah ini masih kecil membuatnya tidak menakutkan. Hal ini lain cerita jika manusia itu sudah dewasa.

"Kami tahu monyet dapat membedakan mana laki-laki dan perempuan, atau anak kecil dan orang dewasa. Kami bahkan berpikir monyet dapat mengetahui kewarganegaraan seseorang yang terlihat dari pola perilaku yang berbeda," ujar Fuentes.

Meski demikian, mereka mengingatkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan jika terlalu dekat dengan monyet liar. Mulai dari potensi gigitan dan penyakit, hal lain yang ditakutkan adalah berubahnya pola mencari makan dan perilaku alami. Tetap menjaga jarak disebut cara terbaik untuk mengamati satwa liar.

Berikut ini rekaman 'persahabatan' monyet dan manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau