Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2017, 20:05 WIB

Yang menarik, kadar kesalehan seseorang tampaknya tidak memiliki banyak pengaruh dalam percobaan ini. Dengan kata lain, efek positif agama bergantung pada situasi, bukan watak.

Agama dan peran hukum

Memang, tidak semua umat diciptakan setara. Sebuah studi lintas budaya baru-baru ini menunjukkan bahwa mereka yang memandang Tuhan mereka sebagai penuntun moral dan pemberi hukuman, lebih jujur dan lebih sedikit curang dalam transaksi ekonomi. Dengan kata lain, bila orang percaya bahwa Tuhan mereka selalu mengetahui apa yang mereka lakukan dan berkehendak untuk menghukum pelanggar, mereka cenderung berperilaku lebih baik, dan berharap orang lain pun melakukan hal yang sama.

Namun, keyakinan seperti itu pada sumber keadilan dari luar, tidak hanya milik agama. Kepercayaan pada aturan hukum, dalam bentuk keadaan yang efisien, sistem yudisial yang adil atau kekuatan polisi yang bisa diandalkan, juga merupakan prediktor perilaku bermoral.

Dan memang, ketika aturan hukum kuat, keyakinan keagamaan menurun, demikian pula dengan kecurigaan terhadap orang ateis.

Ko-evolusi Tuhan dan masyarakat

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa manusia—dan bahkan sepupu primata kita— memiliki kecenderungan moral bawaan, yang sering diekspresikan dalam filosofi keagamaan. Artinya, agama adalah sebuah refleksi ketimbang penyebab dari kecenderungan ini.

Namun alasan mengapa agama telah demikian sukses dalam perjalanan sejarah manusia justru karena kemampuannya memanfaatkan intuisi moral tersebut.

Catatan historis menunjukkan bahwa mahluk supernatural tidak selalu diasosiasikan dengan moralitas. Dewa-dewi Yunani Kuno tidak tertarik dengan perilaku etis orang. Sama seperti berbagai dewa lokal yang disembah oleh banyak pemburu modern, mereka hanya peduli soal menerima upacara dan persembahan, tapi tidak peduli apakah orang berbohong satu sama lain atau selingkuh dari pasangan mereka.

Menurut psikolog Ara Norenzayan, keyakinan pada Tuhan yang diinvestasikan secara moral berkembang sebagai solusi untuk masalah kerja sama skala besar.

Kelompok masyarakat awalnya cukup kecil sehingga anggotanya bisa mengandalkan reputasi orang untuk memutuskan siapa yang layak dijadikan teman. Namun begitu leluhur kita beralih ke pemukiman permanen dan ukuran kelompok bertambah, interaksi sehari-hari makin meningkat di antara orang tak dikenal. Bagaimana orang tahu siapa yang harus dipercaya?

Agama memberikan sebuah jawaban dengan memperkenalkan keyakinan tentang Tuhan yang maha mengetahui dan maha kuasa, yang akan menghukum pelanggar moral. Seiring masyarakat tumbuh makin besar, demikian pula halnya dengan terjadinya keyakinan semacam itu. Dan dalam ketiadaan institusi sekuler yang efisien, rasa takut terhadap Tuhan sangat penting untuk membangun dan memelihara tatanan sosial.

Pada masyarakat seperti itu, keyakinan tulus pada pengawas supernatural penghukum adalah jaminan terbaik untuk perilaku bermoral, memberikan sinyal publik yang sesuai dengan norma-normal sosial.

Sekarang kita memiliki cara lain untuk menjaga moralitas, tapi warisan evolusioner ini masih bersama kita. Meskipun statistik menunjukkan bahwa ateis melakukan lebih sedikit tindak kriminal daripada rata-rata, prasangka luas terhadap mereka, seperti yang disorot oleh studi kami, mencerminkan intuisi yang telah ditempa selama berabad-abad dan mungkin sulit dikalahkan.

*Assistant Professor in Anthropology, University of Connecticut

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com