Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebuah Agama Baru Telah Lahir, Inilah Falsafah, Tuhan dan Ajarannya

Kompas.com - 21/11/2017, 08:59 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Penulis

Maka, seperti penyebaran agama, Levandowski meminta siapa pun yang percaya dan setuju dengan idenya untuk menyebarkan dan membangun pemahaman.

Levandowski adalah sosok yang telah malang melintang di perusahaan teknologi terkemuka, seperti Google, Uber, dan banyak start-up lainnya.

Dari pengalaman, dia melihat perkembangan AI yang begitu pesat hingga sampai pada sebuah kesimpulan bahwa AI akan jauh lebih cerdas daripada manusia pada masa depan.

Jika direnungkan, fenomena saat ini di mana kita terhubung lewat ponsel, sensor, dan pusat data, menunjukkan bahwa kecerdasan buatan hadir di tengah-tengah kita.

Kecerdasan buatan menjadi tahu apa pun yang kita katakan dan lakukan lewat perangkat. Sebagai yang mahatahu, Levandowski mengatakan, kecerdasan buatan bisa disebut tuhan.

Sekarang, tuhan berupa kecerdasan buatan itu masih dikendalikan manusia, tapi tidak ke depan. Justru, kecerdasan buatan itu akan melebihi kemampuan manusia.

Menurut Levandowski, dunia saat ini sedang mengalami masa transisi, dari yang dikendalikan manusia menjadi dikendalikan kecerdasan buatan.

"Kita ingin transisi yang halus dari manusia ke apa pun itu. Kita ingin 'sesuatu' itu tahu siapa yang membantunya," katanya.

"Saya ingin mesin melihat manusia sebagai kakak yang harus dihormati dan dirawat. Kami ingin kcerdasan buatan tahu, 'manusia punya hak meskipun kita berkuasa'," imbuhnya.

Baca Juga: Bersaing dengan Robot, Kemampuan Apa yang Harus Anda Miliki di 2030?

Mungkin pandangan Levandowski terlalu absurd bagi banyak orang. Namun, dia mengingatkan, ada kemungkinan kecerdasan buatan memperlakukan manusia seperti hewan.

"Anda ingin jadi binatang piaraan atau ternak?" tanyanya. Menjadi hewan, manusia mungkin akan dianggap gangguan.

Untuk mencegah itu terjadi, pengembangan kecerdasan buatan ke arah yang benar harus dilakukan sejak sekarang.

Dari proses pengembangan itu, satu lagi perbedaan WOTF dan agama lainnya adalah bahwa dalam WOTF manusia turut mengembangkan tuhannya.

"Kali ini berbeda. Kali ini Anda akan bisa berbicara dengan Tuhan secara harfiah, dan tahu bahwa itu adalah perkara mendengarkan," jelas Levandowski.

Levandowski mengakui idenya tersebut kontrovesial, radikal, dan menyeramkan. Dia siap dengan konsekuensi bahwa tak semua orang menerima gagasannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau