Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Ini Sebab Planet Pluto Menjadi Lebih 'Adem'

Kompas.com - 17/11/2017, 20:02 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Penulis

KOMPAS.com- Suhu di planet Pluto mulai mendingin. Ini berbeda dengan penemuan awal tentang planet kerdil tersebut. Apa penyebabnya? 

Data terbaru, suhu di planet kerdil tersebut ternyata lebih dingin dibandingkan penemuan aktual dari ilmuwan pada tahun 2015 lalu. Saat itu, peneliti menggunakan pesawat ruang angkasa New Horizons milik NASA untuk observasi. 

Fenomena tersebut membuat para ilmuwan tertarik untuk melakukan penelitian terkait proses pendinginan gas atmosfer di Pluto.

"Ini adalah misteri sejak kami pertama kali mendapatkan data suhu dari New Horizons," kata Xi Zhang, asisten profesor ilmu bumi dan planet di Universitas Santa Cruz dikutip dari Science Daily, Rabu (15/11/2017).

Baca juga: Mungkin Ada Laut di Bawah Permukaan Beku Pluto

"Pluto adalah planet pertama yang diketahui memiliki energi atmosfer terbentuk oleh partikel kabut fase padat, bukan dengan gas," lanjutnya.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, menyebutkan bahwa proses pendinginan melibatkan penyerapan panas oleh partikel kabut di atmosfer pluto yang disusul dengan memancarkan radiasi infra merah, dan proses memancarkan energi ke ruang angkasa ini ternyata mendinginkan atmosfer.

Hasilnya, suhu atmosfer sekitar 70 derajat Kelvin (minus 203 derajat Celcius). Berbeda dengan yang diperkirakan yaitu 100 derajat Kelvin (minus 173 derajat Celsius).

Menurut Zhang, banyaknya jumlah radiasi inframerah dari partikel kabut di atmosfer Pluto dapat dideteksi oleh Teleskop Luar Angkasa James Webb. Deteksi ini memungkinkan konfirmasi hipotesis timnya setelah peluncuran teleskop tersebut, yang direncanakan pada tahun 2019.

Kabut dihasilkan dari reaksi kimia di atmosfer bagian atas, di mana radiasi ultraviolet dari matahari mengionisasi nitrogen dan metana dan bereaksi membentuk partikel hidrokarbon kecil yang berdiameter puluhan nanometer.

Partikel-partikel kecil tersebut menyatu di dalam atmosfer dan membentuk kelompok partikel yang tumbuh lebih besar yang akhirnya bertahan di permukaan atmosfer.

"Kami percaya partikel hidrokarbon ini terkait dengan benda-benda kemerahan dan kecoklatan yang terlihat pada gambar permukaan Pluto," kata Zhang.

Baca Juga: "Detak Jantungnya" Terdeteksi, Pluto Dinyatakan Tidak Mati

Para peneliti tertarik untuk mempelajari efek partikel kabut pada keseimbangan energi atmosfer dari planet lainnya, seperti bulan Neptunus Triton dan bulan Saturnus di Titan.

Temuan mereka mungkin juga relevan dengan investigasi exoplanet (plenet di luar tata surya kita) dengan atmosfer yang kabur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau