Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Supernova Menguak Adanya Bintang yang Hidup Lagi Setelah Mati

Kompas.com - 09/11/2017, 19:17 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Physorg

KOMPAS.com - Satu hal yang kita ketahui tentang bintang adalah kehidupan bintang tidak selalu kekal. Sama seperti manusia, dia memiliki fase lahir, hidup, kemudian mati.

Para ilmuwan menyebut akhir hidup bintang tergantung pada massanya. Bintang-bintang kecil menggembung dan menghembuskan materinya.

Sementara bintang besar mati dalam ledakan, triliunan kali lebih dahsyat dari bom atom. Sebelum meledak, bintang melontarkan atmosfer untuk melahirkan bintang-bintang baru.

BACA: Akhir Kehidupan Bintang Serupa Matahari

Itu yang kita ketahui selama ini.

Namun, baru-baru ini pengetahuan tentang kehidupan bintang berkembang. Penelitian terbaru menyebut bahwa siklusnya: hidup, meledak, hidup, dan meledak lagi dalam kurun waktu 50 tahun.

Hal ini dibuktikan oleh sebuah tim astronomi dunia, termasuk di dalamnya Nick Konidaris dan Benjamin Shappee dari Institusi Sains Carnegie.

Penelitian yang sudah diterbitkan di jurnal Nature, Rabu (8/11/2017), memang bertentangan dengan pengetahuan sebelumnya tentang nasib bintang. 

Temuan ini merupakan analisis dari fenomena meledaknya bintang yang terjadi pada September 2014. Tim ahli astronomi Palomar Transient Factory mendeteksi ledakan di langit itu diberi nama iPTF14hls.

Cahaya yang dikeluarkan dari ledakan itu dianalisis untuk memahami kecepatan dan komposisi material kimia yang dikeluarkan oleh ledakan.

Analisis mengungkap bahwa yang terjadi merupakan ledakan supernova tipe II-P. Setelah ledakan semuanya normal, sampai beberapa bulan kemudian terlihat cahaya terang lagi.

Supernova Tipe II-P biasanya terlihat terang hanya 100 hari. Tapi, iPTF14hls bisa memancarkan cahaya hingga lebih dari 600 hari. Kejadian ini mengingatkan akan data yang menyebut bahwa ada ledakan di lokasi yang sama persis dengan fenomena pada tahun 1954.

Gambar ini diambil oleh Observatorium Palomar Observatory, memperlihatkan ledakan supernova di tahun 1954 di lokasi iPTF14hls (kiri), tidak terlihat pada gambar berikutnya yang diambil pada tahun 1993 (kanan). Supernova diketahui meledak hanya sekali, bersinar selama beberapa bulan dan kemudian memudar, namun iPTF14hls mengalami setidaknya dua ledakan yang terpisah 60 tahun. Gambar ini diambil oleh Observatorium Palomar Observatory, memperlihatkan ledakan supernova di tahun 1954 di lokasi iPTF14hls (kiri), tidak terlihat pada gambar berikutnya yang diambil pada tahun 1993 (kanan). Supernova diketahui meledak hanya sekali, bersinar selama beberapa bulan dan kemudian memudar, namun iPTF14hls mengalami setidaknya dua ledakan yang terpisah 60 tahun.

Entah apa yang tejadi bintang ini meledak kembali setelah lebih dari setengah abad. Bintang ini seakan selamat dari ledakan, kemudian meledak kembali di 2014.

BACA: Jika Manusia Bukan Pengelana Antar Bintang Pertama, lalu Siapa?

"Supernova ini mengacaukan semua yang kami tahu tentang bagaimana siklus kehidupan bintang," kata Lair Arcavi, penulis utama penelitian ini dari Universitas California Santa Barbara dan lembaga pengamat Las Cumbres.

Alat yang dibuat oleh Konidaris menjadi kunci untuk menganalisis paparan sinar yang dipancarkan iPTF14hls, yang redup dan terang setidaknya lima kali dalam tiga tahun.

Alat itu disebut sebagai mesin SED. Alat Konidaris yang mampu menggolongkan supernova dan kejadian astronomi berumur pendek lainnya dengan cepat.

paparan cahaya iPTF14hls terang dan redup setidaknya lima kali selama tiga tahun. Fenomena ini tidak pernah terlihat pada supernova sebelumnya, yang biasanya supernova akan terang hanya dalam waktu 100 hari dan kemudian memudar. paparan cahaya iPTF14hls terang dan redup setidaknya lima kali selama tiga tahun. Fenomena ini tidak pernah terlihat pada supernova sebelumnya, yang biasanya supernova akan terang hanya dalam waktu 100 hari dan kemudian memudar.

Perputaran yang cepat dalam penggolongan benda-benda yang berpindah di langit sangat dibutuhkan saat Konidaris dan mantan koleganya membuat mesin ini.

Ledakan bintang banyak dipelajari oleh para astronom untuk mencari tahu asal mula materi yang membentuk tata surya.

"Tapi belum lama ini, alat ini dapat mengidentifikasi dengan lebih cepat fenomena arus pendek di ruang angkasa daripada sekadar menggolongkan dan mengetahui apa yang bisa dipelajari," kata Konidaris.

"Itulah mengapa kita membangun SED. Namun saya tidak pernah memikirkan hal ini dapat membantu kita untuk menganalisa sebuah ledakan bintang," sambungnya.

"Peran Nick dalam penemuan ini untuk menunjukkan pentingnya memiliki usaha instrumentasi yang aktif yang semakin jarang terjadi," Direktur Pengamatan John Mulchaey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau