KOMPAS.com -- Belakangan, istilah generasi micin banyak dipakai untuk menggambarkan perilaku orang-orang zaman sekarang yang tidak bisa dimengerti, terutama di media sosial. Apapun perbincangannya, pasti yang dibawa-bawa micin.
Namun, benarkah micin seburuk itu sampai bisa disalahkan untuk segala perilaku tersebut?
Micin atau monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium asam glutamat yang ditemukan oleh Kikunae Ikeda, seorang profesor kimia Universitas Tokyo, pada 1908. Ia dianggap sebagai garam paling stabil yang mampu memberi rasa umami atau gurih pada makanan.
BACA: Kenali Nama Lain MSG
Glutamat yang merupakan bahan ajaib dari MSG sebetulnya adalah asam amino umum yang terjadi secara alami di berbagai macam makanan, seperti tomat, keju, permesan, jamur kering, kecap, buah dan sayur, bahkan ASI.
Ikeda memisahkannya dari rumput laut kering yang digunakan untuk membuat kaldu dashi dalam masakan Jepang, dan menambahkan natrium, salah satu dari dua unsur dalam garam, untuk mengubahnya menjadi bubuk yang bisa ditambahkan ke makanan.
Sejak saat itu, MSG menjadi salah satu bahan yang paling umum digunakan dalam memasak.
Namun, MSG tiba-tiba mendapat cap buruk pada tahun 1968 setelah Dr Ho Man Kwok menulis sebuah surat ke New England Journal of Medicine mengenai sindrom restoran China.
Dalam surat itu, Kwok menceritakan bagaimana dia mengalami mati rasa di bagian belakang leher yang menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, dan berdebar-debar setiap kali makan di restoran China.
Kwok sempat menduga bahwa penyebabnya adalah kecap dan anggur, tetapi kemudian pilihannya jatuh ada MSG yang digunakan sebagai bumbu pelengkap di restoran China.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.