Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Studi Baru, Migrain adalah Cara Tubuh Melindungi Otak

Kompas.com - 25/10/2017, 07:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Big think

KOMPAS.com - Sering mengalami migrain? Tenang saja, Anda tidak sendirian. Di seluruh dunia, ada lebih dari satu miliar orang, atau sekitar 14 persen populasi dunia yang mengalami migrain.

Di Amerika Serikat sendiri, ada 37 juta penderita migrain yang menyebabkan kerugian sekitar 36 miliar dollar pada ekonomi AS setiap tahunnya.

Terkait dari mana penyebab migrain, selama ini ada dua teori yang berlaku. Pertama, migrain disebabkan oleh sesuatu yang menyebabkan pembuluh darah di kepala menyempit. Hal ini menyebabkan iskemia otak atau suplai darah yang tidak mencukupi. Teori kedua, ada gangguan listrik pada otak.

BACA: Selalu Migrain Tiap Tak Punya Uang? Akarnya Mungkin pada Gen Anda

Namun, sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan oleh Dr Jonathan M Borkum dari Universitas Maine, Agusta, di jurnal Headache malah mengungkapkan fakta baru yang berbeda dari dua teori sebelumnya.

Dia mengungkap bahwa migrain merupakan mekanisme perlindungan untuk menangkal stres oksidatif. Hal ini membantu otak untuk melindungi dan memperbaiki dirinya sendiri, serta melindungi dari penurunan fungsional otak.

Seperti dikutip dari Big Think, Selasa (24/10/2017), Borkum berkata bahwa untuk memahami stres oksidatif, Anda harus paham radikal bebas terlebih dahulu.

Dia menyebut, radikal bebas merupakan molekul yang merusak tubuh dan merupakan hasil dari proses metabolisme tertentu. Molekul sarat oksigen ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak rusak.

Untungnya, antioksidan menetralkan radikal bebas. "Oleh sebab itu, sangat penting memasukkan zat ini pada makanan," ujar Borkum.

Nah, penumpukan radikal bebas inilah yang menyebabkan stres oksidatif, dan dapat merusak tubuh.

BACA: Ini Sebabnya Makanan Bisa Memicu Migrain

Dia menjelaskan, radikal bebas mencuri elektron dari DNA sel sehat. Hal ini membuat sel sehat rusak dan menyebabkan reaksi berantai karena radikal bebas saling mencuri elektron.

Dalam hal ini, Borkum setuju dengan penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa penderita migrain memiliki tingkat stres oksidatif yang tinggi.

Borkum meninjau sejumlah penelitian berbeda dan mencari tahu mengenai pemicu migrain yang dilakukan antara tahun 1999 sampai 2014. Dari hasil penelitian sebelumnya, pemicu migrain meliputi lampu terang, suara keras, gangguan tidur, polusi udara, dan lainnya.

Menurut Borkum, pemicu seperti itu memperburuk ketidakseimbangan antara radikal bebas dan pertahanan tubuh. Dengan kata lain, setiap pemicu migarin meningkatkan stres oksidatif di otak.

Biasanya, gejala seperti demam, batuk, atau rasa sakit sebenarnya tidak disebabkan oleh gangguan atau infeksi itu sendiri, tetapi karena respons pertahanan tubuh. Migrain dan gejala lain yang menyertainya juga merupakan reaksi tubuh terhadap stres oksidatif.

BACA: Kenali Gejala Migrain yang Aneh tetapi Nyata

Proses yang terjadi saat migrain datang mirip dengan reaksi tubuh terhadap suatu penyakit.  Hal ini termasuk penumpukan antioksidan, pelepasan serotonin di seluruh otak, dan penurunan aktivitas listrik dalam otak atau yang disebut depresi penyebaran kortikal.

Reaksi ini juga menyebabkan pelepasan enzim antioksidan yang menurunkan produksi oksidan, dan melepaskan faktor pertumbuhan untuk melindungi neuron dan merangsang pertumbuhannya.

Borkum percaya, hal ini merupakan respons protektif yang merupakan bagian dari mekanisme biologis yang sama.

"Ada umpan balik di antara komponen serangan migarin yang mengikat ke dalam sistem yang terintegrasi. Dengan demikian, serangan migrain tidak hanya dipicu oleh stres oksidatif, tetapi migrain secara aktif melindungi dan memperbaiki otak," terang Borkum.

Dengan memahami apa yang menyebabkan stres oksidatif di dalam otak, hal ini dapat membantu para peneliti menemukan metode yang lebih efektif untuk mengobati migrain.

"Keberadaan sistem terpadu untuk melindungi dan memperbaiki otak bisa berubah menjadi sangat berguna. Misalnya, suatu saat nanti kita dapat belajar dari mekanisme ini bagaimana mencegah penyakit neurodegeneratif," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com