“Saya beberapa kali lihat pertandingan sepakbola Indonesia jarang ya. Kalau pemeriksaan laboratorium, lihat elektokardiografi jarang. Ini perlu sehingga kami dokter emergency punya data apa yang harus disipakan. Harusya ada medical check up sebelum bertanding,” kata Tri.
Sementara itu, Alfan Nur Asyhar, dokter tim nasional U-16 Indonesia, mengungkapkan bahwa kasus Choirul Huda menegaskan perlunya pendidikan khusus bagi tim medis olahraga.
"Mengeluarkan budget yang besar untuk medis saya rasa bukanlah kerugian," katanya.
Menurut Alfan, pengetahuan tentang cedera olahraga perlu dikuasai tim medis yang bertugas.
"Terkadang yang bertugas sebagai tim medis bukanlah seorang dokter, kadang fisioterapi, masseur, dan tenaga paramedis," katanya.
ia menambahkan, federasi juga perlu memikirkan penambahan alat yang diperlukan, mulai obat-obatan, alat emergency musculosceletal, emergency cardiorespiration, AED (defibrilator jantung), alat cek suhu udara dan kelembaban.
Alfan mengatakan, "Terjadinya kolaps atau pun susah napas di lapangan memang harus diselesaikan manajemennya di dalam lapangan sampai atlet bisa napas spontan sehingga dibawa ambulans dalam keadaan stabil."
Pemain pun perlu menguasai teknik pertolongan pertama agar bisa membantu rekannya.
"Kalau Fernando Torres (Atletico Madrid), pemain dalam lapangan sudah paham apa yang harus dikerjakan sambil menunggu tim medis masuk lapangan. Sementara kita belum tahu akan hal itu," imbuhnya.
Tri menuturkan, kasus ini menggarisbawahi perlunya dokter emergency di lapangan tempat bertanding untuk cabang olahraga apapun.
Baca Juga: Mengenal Kanker Lidah yang Merenggut Nyawa Andre Kurnia Farid
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.