Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Puskesmas Diusulkan Bisa Tangani Penyakit Jiwa Menengah

Kompas.com - 06/10/2017, 08:07 WIB
Lutfy Mairizal Putra,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com –- Tak seperti dokter yang menangani penyakit fisik, dokter penyakit jiwa masih terbilang sedikit di Indonesia. Jumlahnya kurang dari 1.500 orang.

Padahal, kesehatan jiwa tak bisa disepelekan. Penyakit jiwa akan saling terkait dan memengaruhi kesehatan fisik.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Pusat dr Eva Viora, SpKJ berkata bahwa pihaknya mengusulkan pembaharuan kurikulum pendidikan dokter.

Nantinya, para dokter yang bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) akan dapat mendeteksi sekaligus menangani penyakit jiwa level rendah dan menengah, sedangkan penyakit level tinggi akan diserahkan kepada rumah sakit.

(Baca juga: Kemenkes akan Atur Ruang Konseling di Tempat Kerja)

“Pendidikan psikiatri di dokter umum perlu ditingkatkan. Sekarang puskesmas bisa mendeteksi tapi tidak untuk menangani karena kompetensi pendidikannya hanya sebatas deteksi,” kata Eva di komplek Kementerian Kesehatan, Kamis (5/10/2017).

Usulan itu akan disampaikan kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Jika disetujui, PB IDI bersama pihak Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi akan memperbaharui kurikulum pendidikan dokter.

Rencana itu disambut baik oleh Nuri Purwito Hadi, Anggota Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki). Menurut dia, kompetensi psikiatri tengah dibutuhkan oleh masyarakat.

“Kita tidak bicara siapa yang lebih kompeten, tapi lihat kebutuhan Indonesia. Dokter jiwa sedikit, dibawah 1.500 orang, jadi ya tidak mungkin bisa menjangkau seluruh Indonesia,” kata Nuri.

(Baca juga: Ingin Awet Muda Fisik dan Mental? Menarilah...)

Untuk menejembatani kurangnya dokter jiwa, Nuri berkata bahwa sejak 2016 lalu, pihaknya telah membuat pelatihan dokter di puskesmas bersama Kementerian Kesehatan. Menurut dia, ribuan dokter telah mengikuti pelatihan diagnosis penyakit jiwa akibat pekerjaan.

Dia menambahkan, hingga kini, Indonesia belum memiliki data penyakit jiwa yang timbul dalam pekerjaan. Data itu dirasa penting mengingat industri yang tengah berjalan di Indonesia.

“Harusnya dengan industri sekian besar, masa kita tidak tahu ada orang yang sakit akibat kerja berapa banyak. Sampai sekarang kan kita tidak punya (data),” kata Nuri.

Sementara itu, Direktur Pecegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ, MPH mengatakan, keberpihakan pemerintah terkait penangananan kesehatan jiwa semakin membaik.

Hal ini ditunjukkan dengan alokasi dana yang terus bertambah. Hingga 2015, Fidiansjah berkata bahwa pemerintah telah mengucurkan dana sekitar Rp 10-15 miliar. Lalu, pada 2016 alokasi dananya naik hingga mencapai Rp 20 miliar.

“Jadi tren sudah menunjukkan perbaikan. Tahun ini sudah sekitar Rp 25 miliar. 2018 kami upayakan hingga Rp 40 miliar. Alokasinya proporsional sifatnya,” kata Fidiansjah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau