Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Letusan Gunung Agung Bisa Menghasilkan Tanah Tersubur di Dunia

Kompas.com - 06/10/2017, 07:09 WIB

Di sepanjang dekade lalu, di berbagai lokasi di Indonesia, banyak gunung meletus, seperti Merapi (2010) di Jawa Tengah, Sinabung (dimulai tahun 2014 sampai saat ini) di Sumatra Utara, dan Kelud (2014) di Jawa Timur.

Meski gunung api menyimpan bahaya, wilayah dengan aktivitas vulkanis yang tinggi dikenal sebagai wilayah pertanian yang paling subur di dunia. Tanah vulkanis mengandung nutrisi seperti potasium dan fosfor yang berasal dari abu letusan gunung api yang baik untuk tanaman.

Ilwuwan Belanda E.C.J. Mohr pada 1938 mengamati bahwa wilayah dekat Gunung Merapi memiliki kepadatan penduduk yang tinggi di wilayah-wilayah yang tanahnya berasal dari abu vulkanik.

Adanya tanah jenis ini menjadi alasan mengapa Pulau Jawa mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, sekitar 1.100 jiwa per kilometer persegi. Beberapa tahun setelah Gunung Galunggung meletus pada April 1982, tingkat produktivitas pertanian di wilayah sekitar Tasikmalaya meningkat.

Abu vulkanis, lumbung pupuk

Dian Fiantis dari Universitas Andalas adalah pemburu abu vulkanis. Ia melihat letusan gunung berapi sebagai kesempatan untuk mempelajari bagaimana tanah terbentuk, sebuah proses yang membutuhkan ribuan bahkan jutaan tahun. Ia telah mengumpulkan abu langsung setelah gunung-gunung meletus di Sumatra dan Jawa.

Tephra (istilah ilmiah untuk abu vulkanis) mengandung mineral primer yang memiliki banyak unsur hara. Dengan berjalannya waktu, terjadi proses pelapukan kimia dan biologi, abu akan mengeluarkan unsur hara dan area permukaan butiran abu akan membesar, dan mampu menampung lebih banyak nutrien dan air.

Selain itu, tephra memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dari atmosfer dalam jumlah besar dan menyimpannya di tanah.

Pada Januari 28, 2014, Gunung Sinabung meletus dan menyemburkan aliran piroklastik dan “hujan lumpur”. Abu menutup hampir seluruh Desa Sigarang-garang, yang terletak di timur laut kaki gunung. Abunya mengandung unsur hara terutama kalsium, magnesium, potasium, dan fosfat dalam jumlah besar.

Diperkirakan wilayah tersebut menerima 250 juta ton abu yang mengandung unsur hara–setara dengan 10 juta ton pupuk.

Saat kami mengunjungi desa tersebut pada Januari 2017, kami melihat lumut sudah tumbuh di atas abu, bahkan rumput juga sudah tumbuh. Wilayah ini menampung zat organik yang cukup substansial, yang mengandung hingga 4% karbon organik. Artinya mereka bisa menyerap karbon dalam jumlah banyak dari atmosfer melalui tanaman.

Mohr mengajukan teori bahwa kepadatan populasi Indonesia yang begitu tinggi disebabkan keberadaan gunung api yang aktif.

Namun letusan gunung api yang secara rutin terjadi seantero negeri juga membawa kehancuran bagi orang-orang yang tinggal di sekitar gunung api.

Fenomena alam ini memperbarui tanah, tapi butuh waktu yang lama sampai abu dapat melapuk. Kita perlu menemukan solusi yang dapat mempercepat waktu pembentukan tanah. Meyakinkan petani lokal bahwa dibalik bahaya letusan gunung tersimpan hikmah tersembunyi, ternyata fenomena alam menjaga tanah Indonesia tetap subur adalah sebuah tantangan.

Kami juga berharap pemerintah Australia mengembangkan kapasitas untuk membuat model dan menyiapkan respons yang tepat untuk bencana yang besar, yang mungkin terjadi dalam jangka waktu yang panjang.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau