Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia yang Tersembunyi Terungkap setelah Gunung Es Antartika Pisah

Kompas.com - 05/10/2017, 20:39 WIB
Monika Novena

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah gunung es raksasa memisahkan diri dari lapisan es di Semenanjung Atartika pada Juli lalu. Terbukanya gunung es itu mengungkap adanya ekosistem bawah laut yang tersembunyi selama ribuan tahun.

Gunung es yang dikenal dengan sebagai A-68, bergerak menjauh dari lapisan es Larsen C dan masuk ke Laut Weddell.

Area yang awalnya tertutup es ini pun akhirnya menyingkap dasar laut seluas 5.800 kilometer persegi yang selama ini terkubur di bawah es sampai 120.000 tahun lamanya tanpa cahaya sedikitpun.

Tentunya peristiwa ini membuat ilmuwan sangat antusias untuk segera menjelajah daerah baru tersebut.

"Ini tempat yang fantastis dan area yang belum pernah diketahui untuk penelitian ilmiah," kata Susan Grant, ahli biologi kelautan British Antarctic Survey (BAS).

"Kita hanya tahu sedikit soal apa yang mungkin tinggal disana, terutama bagaimana mereka berubah dari waktu ke waktu," katanya dikutip dari Livescience, Rabu (4/10/2017).

"Ada area luas yang tertutup selama ribuan tahun. Kami tahu perubahan fisik yang kemungkinan besar akan terjadi saat es bergerak menjauh," tambah Grant.

Pengetahuan ilmiah mengenai ekosistem di bawah lapisan es Antartika masih terbatas dari hasil dua ekspedisi Jerman ke area Larsen A dan Larsen B, yang terletak di utara Larsen C.

Baca Juga: Kue Berumur 100 tahun Ditemukan, Masih Harum dan Nyaris Bisa Dimakan

Masing-masing bagian lapisan es ini pecah pada tahun 1995 dan 2002.

Butuh waktu sekitar 5 tahun hingga 12 tahun bagi ilmuwan untuk menjangkau area tersebut. Dan pada saat itu sudah terbentuk banyak kolonisasi mahluk hidup.

Jadi ilmuwan harus berkejaran dengan waktu jika ingin melihat bagaimana sebuah ekosistem terbentuk atau berkembang.

Sementara itu, ilmuwan sudah memiliki hipotesis mengenai kehidupan di bawah lapisan es.

"Hipotesis kami adalah itu mirip dengan lautan yang sangat dalam, tidak ada sinar matahari, fitoplankton dan kotoran zooplankton yang menjadi makanan penting. Tapi itu masih perlu diuji," kata Phil Trathan, Kepala konservasi ekologi BAS.

Selain itu ilmuwan menduga ada perubahan yang cepat terhadap ekosistem dari area yang baru tersebut.

"Jika terkena sinar matahari maka akan ada fitoplankton dan zooplankton. Mungkin kita akan segera menemukan burung laut dan mamalia laut yang akan mulai mencari makan di daerah itu," katanya.

"Jadi ini akan menjadi semacam reaksi berantai yang memicu perubahan cukup signifikan dalam skala waktu yang relatif singkat," tambah Grant.

Kalau beruntung, ilmuwan akan menyaksikan perubahan paling awal, yaitu perkembangan fitoplankton di perairan terbuka.

Setelah itu, zooplankton dan krustasea kecil bisa jadi muncul.

Sayangnya kesempatan langka ini mengalami kendala pendanaan.

Untung saja sudah ada pemberitaan yang menyebutkan jika Korea selatan akan melakukan ekspedisi pada awal tahun 2018 di area tersebut, juga ekspedisi dari Jerman pada tahun 2019. Sementara BAS sendiri juga tengah mempertimbangkan untuk mengirimkan kapal riset pada tahun depan.

"Hal ini sangat berarti bagi ilmu pengetahuan karena kita bisa menilai seberapa cepat mahluk hidup dapat menanggapi perubahan lingkungan, termasuk perubahan iklim dan perubahan antropogenik. Kita juga bisa belajar bagaimana sistem kelautan berkembang di bawah tekanan perubahan lingkungan," tukas Julian Gutt, ahli biologi laut yang memimpin ekspedisi ke Larsen A dan B.

Semoga mereka tiba disana tepat pada waktunya.

Baca Juga: Perubahan Iklim Bisa Bikin Antartika Hijau Lagi seperti Zaman Purba


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com