Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bikin Antartika Hijau Lagi seperti Zaman Purba

Kompas.com - 20/05/2017, 15:51 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com -- Antartika dikenal dengan benua terbesar kelima yang hampir seluruhnya ditutupi es. Namun, kini deskiripsi tersebut tinggal mitos.

Para peneliti di Antartika menemukan onggokan lumut yang tumbuh dengan cepat di semenanjung utara Antartika. Hal ini menjadi bukti mencolok adanya perubahan iklim di bagian paling dingin planet ini.

Di tengah pemanasan global selama 50 tahun terakhir, dua spesies lumut yang berbeda tumbuh semakin cepat. Dulu, salah satu lumut tersebut tumbuh dengan kecepatan kurang dari 3 milimeter per tahun, tetapi kini tumbuh lebih dari 3 milimeter per tahun.

(Baca juga: Danau-danau Cantik Bermunculan di Antartika, Pertanda Buruk bagi Dunia)

"Orang-orang berpikir bahwa Antartika adalah tempat yang diselimuti es, tapi temuan kita menunjukkan bahwa bagian itu telah menjadi hijau dan akan semakin hijau," kata Matthew Amesbury, peneliti Universitas Exeter, Inggris dan penulis utama dari studi ini.

Dia melanjutkan, ekosistem yang relatif terpencil ini, yang mungkin dianggap tidak tersentuh oleh manusia, menunjukkan dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Penemuan yang dipublikasikan di Current Biology ini juga menunjukkan bahwa walaupun pada saat ini tumbuhan hanya melingkupi kurang dari satu persen wilayah Antartika, tetapi lumut sudah mulai tumbuh di beberapa bagian benua tersebut yang mencair karena datangnya musim panas.

Ketika musim panas tiba, lumut membuat lapisan tipis yang kemudian membeku selama musim dingin. Lalu, ketika musim panas kembali, lumut membuat lapisan baru di atas lapisan yang lama dan perlahan-lahan, lumut tua turun ke bawah tanah yang beku. Di sini, lumut terpelihara dengan baik dan menjadi catatan perubahan.

Berdasarkan sampel tanah dari area 640 kilometer di bagian utara Antartika, Amesbury dan koleganya menemukan perubahan dramatis pada pola pertumbuhan sejak 150 tahun yang lalu.

(Baca juga: Tumbuhan Juga Sebabkan Polusi Udara, Kok Bisa?)

Semenanjung Antartika telah menjadi tempat pemanasan yang cepat, dengan beberapa hari dalam setahun yang temperaturnya berada di atas titik beku. Konsekuensinya, terjadi kenaikan pertumbuhan lumut sebanyak empat hingga lima kali lipat.

Foto yang diambil para peneliti selama menjalani tugasnya juga menunjukkan lanskap hijau yang mencolok.

Hamparan lumut di Antartika

"Ini indikator lain bahwa Antartika bergerak mundur dalam waktu geologi. Hal ini masuk akal mengingat tingkat karbon dioksida di atmosfer telah naik di level yang tidak pernah terlihat sejak Pliocene (sekitar 3 juta tahun lalu) ketika lapisan es Antartika lebih kecil dan air laut lebih tinggi," kata Rob DeConto, glasiolog dari Universitas Massachusetts, Amherst, Amerika Serikat, yang memberikan ulasan di Washington Post.

"Jika emisi gas rumah kaca berlanjut tak terkedali, Antartika akan kembali lebih mundur dalam waktu geologi. Mungkin suatu hari nanti, semenanjung Antartika akan menjadi hutan kembali seperti iklim rumah kaca di periode Cretaceous dan periode Eocene saat benua bebas dari es," lanjut DeConto.

(Baca juga: Ilmuwan Ini Punya Ide Gila untuk Kembalikan Es Arktik Seperti Semula)

Para penulis studi juga setuju bahwa perubahan yang mereka observasi saat ini hanyalah permulaan. "Perubahan ini, dikombinasikan dengan area yang kini bebas es karena pencairan gletser, akan mendorong perubahan skala besar pada fungsi biologi, tampilan, dan lanskap Antartika selama abad 21 dan berikutnya," tulis mereka.

Walaupun terlihat mengerikan, pertumbuhan lumut Antartika masih tergolong lebih lambat dibandingkan kutub utara, di mana tren penghijauan skala besar telah tertangkap citra satelit. Kini, kutub utara memiliki banyak tumbuhan dan para peneliti berharap agar mereka dapat mengimbangi hilangnya karbon dari pencairan permafrost (tanah beku permanen).

"Kita akan memulai kembali perjalanan menuju lingkungan seperti itu. Antartika sendiri tidak selalu berupa tempat es yang kita kenal sekarang dalam rentang waktu yang sangat lama," ucap Amesbury.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau