Profesor David Liu -pelopor penyuntingan dasar di Universitas Harvard, Amerika Serikat- menyebut pendekatan itu sebagai 'operasi bedah kimia'.
Menurutnya teknik tersebut lebih efisien dengan dampak samping yang tidak diinginkan lebih kecil dibanding Crispr.
"Sekitar dua pertiga varian genetika manusia yang diketahui yang berkaitan dengan penyakit adalah titik mutasi. Jadi penyuntiungan dasar memiliki potensi untuk perbaikan langsung, atau memproduksinya kembali guna tujuan penelitian, dalam banyak mutasi."
Tim peneliti di Universitas Sun Yat-sen sebelumnya juga menjadi berita karena merupakan yang pertama menggunakan metode Crispr untuk embrio manusia.
Penelitian yang dimuat di terbitan ilmiah Protein and Cell, merupakan contoh terbaru dalam pengembangan pesat dari kemampuan para ilmuwan untuk memanipulasi DNA.
Namun kemajuan ini memicu perdebatan etis dan sosial yang mendalam, tentang hal yang bisa diterima dan tidak bisa diterima dalam upaya mencegah penyakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.