Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2017, 19:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Tahukah Anda, penyakit jantung koroner (PJK) adalah salah satu penyebab utama kematian di Indonesia? Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menyebutkan bahwa penyakit kardiovaskuler berkontribusi sebanyak 37 persen kematian akibat penyakit tidak menular.

Hal ini karena gejala pertama PJK biasanya berupa serangan jantung atau kematian mendadak. Gejala ini terjadi pada 62 persen pria dan 45 persen perempuan.

Dr dr Antonia Anna Lukito, SpJP(K), FIHA FSCAI, FAPSIC dari Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI) dan Pokja Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menjelaskan bahwa PJK adalah masalah di dalam pembuluh darah yang berada di permukaan jantung.

(Baca juga: Bagaimana Caranya agar Tidak Mati Setelah Henti Jantung Mendadak?)

“Koroner ini terdiri dari tiga utas pembuluh darah terletak di kanan, kiri depan, dan kiri belakang yang diameternya hanya 2-4 milimeter (mm). Ini menghidupi jantung dari kita lahir,” ujarnya dalam acara peluncuran Azurion, sebuah platform Image Guided Therapy generasi terbaru yang memiliki dosis radiasi sinar-X rendah, oleh Royal Phillips di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Sebagai ilustrasi, bayangkan pembuluh darah sebagai pipa yang dialiri darah dan kolesterol. Pada orang yang tidak memiliki faktor risiko sama sekali, dinding pipa akan mulus dan tanpa celah yang dapat dimasuki oleh kolesterol.

Masalah biasanya dimulai sejak usia belasan tahun ketika plak tertimbun di antara dinding dalam dan tengah pembuluh darah. Berbagai faktor risiko, seperti usia, kencing manis, kolesterol, riwayat keluarga, tekanan darah tinggi, kegemukan, dan merokok, merusak dinding pembuluh darah.

(Baca juga: Hati-hati, Orang yang Bugar Pun Bisa Terkena Serangan Jantung)

“Kalau kita merokok, kita merusak dindingnya ini sehingga ada celahnya dan lengket. Akibatnya, kolesterol akan mulai menelusup bersama dengan sel radang dan membentuk plak,” kata Antonia

Plak kemudian menjadi semakin besar, dinding semakin menipis, dan saluran pembuluh darah menyempit. Antonia mengatakan, bayangkan saja, pembuluh darah hanya tiga mm tapi dilingkari plak satu mm. Tersisa untuk lubangnya hanya satu mm.

Ketika plak pecah, tubuh bereaksi dan melakukan pembekuan darah yang menutup pembuluh darah. Akibatnya, jantung tidak mendapat pasokan darah dan oksigen sehingga terjadilah serangan jantung. “Jadi, (serangan jantung) bukan akibat plaknya sendiri, tetapi akibat plak yang pecah,” ucap Antonia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com