JAKARTA, KOMPAS.com –- Penyakit jantung menjadi salah satu penyakit tidak menular yang paling ditakutkan di dunia. Salah satu penyebab kematian akibat jantung adalah henti jantung mendadak. Orang awam menyebutnya dengan angin duduk.
Bila dilihat, jumlah kasus henti jantung mendadak di Indonesia cukup memprihatinkan. Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat 10.000 orang per tahun atau sekitar 27 orang per hari yang mengalami henti jantung mendadak.
Angka itu mungkin bertambah, mengingat korban penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan mencapai 23,3 juta orang pada tahun 2030.
(Baca juga: Bagaimana Caranya agar Tidak Mati setelah Digigit Ular Berbisa?)
Pada tahun 2016, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) juga menemukan bahwa henti jantung mendadak berkisar antara 300.000 hingga 350.000 setiap tahunnya.
Untungnya, kematian akibat henti jantung mendadak dapat dicegah. Pertolongan pertama menjadi kunci agar seseorang dapat melanjutkan hidupnya.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr Jetty R H Sedyawan, SpJP(K) mengatakan, saat seseorang mengalami henti jantung mendadak, rentang waktu tujuh hingga sepuluh menit pertama merupakan waktu yang tepat untuk menyelamatkan korban.
“Pada menit-menit pertama itu, korban sangat membutuhkan pertolongan. Banyak orang yang tidak selamat karena terlambat mendapatkan pertolongan,” kata Jetty dalam diskusi "Semua Orang Bisa Menyelamatkan Hidup" yang diadakan oleh Royal Philips di kawasan Thamrin, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2017).
(Baca juga: Ini Alasan Pasien Kanker Payudara Baru ke Dokter di Stadium Lanjut)
Dalam rentang waktu tersebut, setiap menitnya mengandung risiko. Sebab, tingkat keselamatan seseorang yang mengalami henti jantung mendadak menurun sekitar 7 hingga 10 persen setiap menitnya. “Oksigenisasi otak jadi terlambat, (dan) otak mengalami kematian sel,” kata Jetty.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (CPR). Meski bukan tenaga medis, siapapun dapat melakukannya. CPR dilakukan dengan menekan bagian jantung dengan dalam dan cepat. Setiap menitnya, seseorang dapat melakukan 100 gerakan CPR untuk memacu bergeraknya jantung.
“Jangan di tempat tidur. Kalau bisa dikasih papan atau di atas lantai,” kata Jetty.
Selain CPR, nafas buatan juga dapat membantu. Dalam situasi mendesak seperti ini, identitas seksual, budaya, ataupun agama harus dikesampingkan mengingat minimnya waktu yang tersedia.
“Kalau lagi dalam keadaan darurat tidak ada tuntutan apapun. Siapa saja bisa menolong. Kalau punya mobil bawa ke rumah sakit atau panggil ambulan, tapi dalam 10 menit pertama tetap kita yang tolong,” ujar Jetty.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.