Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makan Biji Aprikot untuk Lawan Kanker, Pria Ini Keracunan Sianida

Kompas.com - 14/09/2017, 21:46 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com -– Semua pasien tentu ingin sembuh dari penyakitnya. Namun caranya tak boleh sembarangan. Sebab, salah mengonsumsi obat bisa menyebabkan keracunan. Contohnya seperti yang dialami oleh seorang laki-laki asal Autralia yang berusia 67 tahun.

Pria tersebut pernah mengidap kanker prostat dan telah sembuh. Akan tetapi, agar tak muncul kembali, laki-laki itu mengonsumsi ekstrak biji buah aprikot.

"Pria yang bersangkutan memiliki latar belakang ilmiah dan dia telah membaca bahwa ekstrak kernel aprikot akan mencegah kankernya berulang," kata ahli anestesi, Alex Konstantatos, kepada The Huffington Post.

(Baca juga: Pengobatan Alternatif Gandakan Risiko Kematian Akibat Kanker)

Sejak tahun 1950-an, biji buah aprikot memang sering disebut-sebut sebagai obat mujarab untuk mengobati kanker. Biji buah itu mengandung senyawa amigdalin yang sebagian dapat disentesis menajadi laetrile. Ketika ditelan, bakteri pencernaan dan enzim makanan memecah amigdalin atau laetrile menjadi sianida.

Para pendukung biji aprikot percaya bahwa sianida yang dihasilkan ini aman bagi tubuh dan hanya akan menyerang sel kanker.

Namun, penelitian yang ditulis oleh Stefania Milazzo dan Markus Horneber pada 2015 menunjukkan bahwa hal sebaliknya justru terjadi. Milazzo dan Horneber menyebutkan bahwa tidak ada efek menguntungkan dari mengonsumsi amigdalin atau laetrile sebagai obat kanker.

Dilansir Science Alert pada 12 September 2017, sianida dalam dosis tertentu dapat mencegah sel tubuh menggunakan oksigen yang berujung pada kematian sel. Untuk bisa dikonsumsi dalam tubuh, dosis sianida harus sangat kecil. Dengan demikian, tubuh dapat mencernanya menjadi tiosianat yang kemudian dikeluarkan melalui urin.

(Baca juga: Obat Kimia atau Obat Herbal, Mana yang Lebih Baik?)

Namun, hal itu tak berlaku bagi pria tersebut. Setiap hari, dia mengonsumsi dua sendok teh ekstrak biji aprikot selama lima tahun.

Dalam laporan penelitian di BMJ Case Report yang dipublikasikan 11 September 2017, para dokter menemukan tiosianat dalam darah. Kondisi itu diketahui saat para dokter melihat kadar oksigen yang tak normal selama operasi rutin dengan anestesi umum.

Setelah dikalkulasi, dokter mendapati bahwa laki-laki itu telah mengonsumsi hampir 17,32 miligram sianida setiap hari. Dosis itu dapat meningkatkan sianida darah menjadi 25 kali batas normal.

Para dokter sempat meminta laki-laki itu berhenti mengonsumsi ekstrak biji aprikot selama tiga hari. Setelah itu, kadar oksigen di dalam darah menjadi normal. Namun sayangnya, si pasien memutuskan untuk kembali mengonsumsi ekstrak biji aprikot yang dibuatnya sendiri.

"Meskipun kami sudah menyampaikan keprihatinan mengenai konsumsi ekstrak biji aprikot terus-terusan dan merasa yakin bahwa sudut pandang kami telah dipahami, pasien tersebut memilih untuk melanjutkannya sendiri," tulis para dokter.

Di Australia, penjualan biji aprikot telah dilarang sejak Desember 2015. Meski demikian, amigdalin bisa dibeli secara daring dengan label “vitamin B17”, walaupun secara teknis bukanlah vitamin.

"Kasus ini menggambarkan bagaimana dosis kronis obat komplementer dapat menyebabkan toksisitas berbahaya yang berpotensi menimbulkan konsekuensi serius. Ia juga menggambarkan bagaimana toksisitas kronis ini dapat muncul sebagai tantangan dokter dengan cara yang tidak biasa," tulis para peneliti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com