Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/08/2017, 08:04 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com -– Ketika tubuh merasakan sakit, menyembuhkannya terkadang menimbulkan pilihan yang sulit. Apakah Anda akan mengunjungi dokter atau menggunakan pengobatan alternatif? Pilihan itu akan berujung pada penggunaan obat yang diberikan.

Pada masyarakat awam, dikenal istilah obat kimia dan obat herbal. Obat kimia diidentikkan dengan obat yang diracik melalui proses kimiawi, sedangkan obat herbal umumnya dimaknai dengan obat yang berasal dari alam. Namun, benarkah demikian?

Sayangnya, pengategorian tersebut salah besar. Sebab, obat yang digunakan oleh para dokter di rumah sakit sejatinya juga diambil dari alam. “Obat dokter yang di rumah sakit itu diambil dari alam juga. Mana ada obat yang tidak alami?” kata dokter spesialis bedah saraf dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, Tangerang, Selasa (22/8/2017).

(Baca juga: Pengobatan Alternatif Gandakan Risiko Kematian Akibat Kanker)

Roslan mencontohkan, air yang menjadi kebutuhan dasar manusia merupakan senyawa kimia. Senyawa yang menjadi syarat kehidupan di bumi itu terdiri dari hidrogen dan oksigen.

Menurut Roslan, obat yang baik harus diketahui secara detail kandungan aktifnya sebelum dikonsumsi. Selain itu, cara kerja obat di dalam tubuh juga perlu mendapat perhatian. Tak berhenti sampai di situ, efek samping setelah obat dikonsumsi dan cara penanganannya juga harus diketahui.

Jika syarat-syarat di atas tidak diketahui, maka upaya penyembuhan pun menjadi tak terukur. Akan tetapi, pada obat herbal atau obat tradisional, syarat tersebut seringkali tidak diindahkan.

“Misalnya panas, dikasih paracetamol, dosisnya 50 miligram per kilogram berat badan per hari. Efek sampingnya bisa ganggu pencernaan. (Sedangkan) jamu belum jelas bahan aktifnya apa, dosisnya ya kira-kira saja. Karena tidak tahu bahan aktifya, tidak tahu juga efeknya,” ucap Roslan.

Untuk itu, pemilihan metode penyembuhan penyakit harus dilakukan secara bijak. Tanpa ukuran yang jelas, bukan tak mungkin keganasan penyakit malah meningkat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com