Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengobatan Alternatif Gandakan Risiko Kematian Akibat Kanker

Kompas.com - 15/08/2017, 20:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Pengobatan alternatif dalam menangani kanker menjadi semakin marak di Indonesia. Berbagai faktor, mulai dari efek samping pengobatan konvensional hingga biaya, menjadi alasan.

Namun, tenyata pengobatan alternatif dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien kanker sebanyak 2,5 kali lipat.

Diungkapkan dalam Journal of National Cancer Institute, para peneliti dari Universitas Yale, Amerika Serikat, menemukan konklusi ini setelah menganalisis catatan pangkalan data kanker nasional selama 10 tahun dari 2004 hingga 2013.

(Baca juga: Pengidap Kanker Payudara Tidak Harus Lakukan Kemoterapi)

Dari 841 pasien yang didiagnosa dengan kanker prostat, payudara, paru-paru dan usus besar stadium awal; 281 di antaranya memilih untuk melepaskan pengobatan konvensional dan mengikuti pengobatan alternatif.

Ketika data mereka dibandingkan dengan 560 pasien sisanya yang mengikuti pengobatan konvensional seperti kemoterapi, operasi, dan radiasi; para peneliti menemukan bahwa individu yang memilih pengobatan alternatif 2,5 kali lipat lebih mungkin untuk meninggal dalam waktu lima tahun.

Prospek ini menjadi semakin mengerikan ketika para peneliti membaginya per kategori. Untuk kategori kanker payudara, angka ini naik menjadi 5,68 kali lipat, sedangkan untuk kanker usus besar, angka menjadi 4,57 kali lipat, dan untuk kanker paru-paru, menjadi 2,17 kali lipat.

(Baca juga: Gula Memang Memberi Makan Sel Kanker, tetapi...)

Satu-satunya kategori yang menurunkan risiko kematian pada pasien dengan pengobatan alternatif adalah kanker prostat. Akan tetapi, para peneliti menekankan bahwa hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perkembangan kanker prostat yang cenderung lambat dan berada di luar cakupan studi yang hanya menganalisis data selama 10 tahun.

Padahal, para pasien yang memilih pengobatan alternatif dalam studi cenderung lebih muda, dengan pendapatan dan pendidikan yang lebih tinggi, dibandingkan pasien yang memilih pengobatan konvensional.

Dikutip dari Science Alert 15 Agustus 2017, salah satu anggota tim peneliti, James Yu, mengatakan, dalam studi ini bias seleksi lebih mengarah pada pengobatan alternatif, di mana pasiennya lebih muda, lebih berpengaruh, dan memiliki lebih sedikit penyakit kronis.

“Pasien-pasien ini seharusnya lebih baik daripada kelompok terapi standar, tetapi ternyata tidak. Ini sangat menakutkan bagi saya. Pasien-pasien ini seharusnya bisa disembuhkan, tetapi mereka ditipu dengan minyak ular oleh praktik pengobatan konvensional,” ujarnya.

(Baca juga: Kanker Bukan Produk Peradaban Modern, Ini Buktinya)

Walaupun para peneliti tidak mengetahui secara persis pengobatan alternatif apa yang ditempuh oleh pasien, peneliti utama dan dokter bedah onkologi Skyler Johnson berkata bahwa studi ini bisa menjadi bukti bahwa secara umum, pengobatan alternatif memiliki tingkat keselamatan yang lebih rendah dibandingkan terapi yang sudah terbukti.

Para peneliti pun berharap agar informasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan pasien dan dokter ketika memilih pengobatan kanker. Akan tetapi, pada akhirnya, semua keputusan tetap berada di tangan pasien.

Yu mengatakan, para pasien dapat membuat keputusan apa pun yang mereka mau. Kami (dokter dan pakar) akan selalu menasihati mereka, tetapi kami tidak bisa memaksa mereka untuk mengikutinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com