Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makin Langka, 12 Pohon Indonesia Masuk dalam SRAK

Kompas.com - 05/09/2017, 09:05 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –- Keanekaragaman flora Indonesia makin terancam. Kini, 12 pohon masuk dalam kategori langka dan ditetapkan dalam buku Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK).

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Enny Sudarmowati mengatakan, SRAK dibuat akibat semakin cepatnya laju kepunahan beberapa jenis tumbuhan. Tanpa upaya konservasi, kepunahan akan menjadi nyata.

“Ini merupakan SRAK kedua bagi flora. Tahun 2015 telah dibuat SRAK untuk Rafflesia dan Amorphophallus, sedangkan SRAK fauna sudah lebih dulu dan lebih banyak,” kata Enny di Cibinong Science Center – Botanical Garden (CSC-BG), Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9/2017).

(Baca juga: 122 Spesies Burung di Indonesia Terancam Punah)

Penetapan pohon-pohon itu didasarkan pada empat kriteria: kelangkaan, keterancamaan, nilai manfaat, dan pelestarian. Dari kriteria tersebut, disusunlah tiga skala prioritas.

Prioritas I merupakan kategoris kritis yang menuntut untuk segera dilakukan konservasi. Pohon endemik dengan sebaran sempit dalam kategori ini, seperti Dipterocarpus littoralis, Dipterocarpus cinereus, Vatica bantamensis, dan Vatica javanica ssp. javanica,  akan punah dalam waktu dekat.

Prioritas II termasuk jenis pohon yang mendesak untuk dilakukan konservasi. Dengan tingkat keterancaman tinggi serta ancaman kepunahan yang terus berlangsung, spesies seperti Shorea javanica dan Dryobalanops aromatica masuk dalam prioritas ini.

Untuk prioritas III, sebaran pohon endemik masih tebilang cukup luas, tetai punya tingkat keterancaman yang tinggi. Spesies-spesies ini antara lain adalah Eusideroxylon zwageri, Anisoptera costata, Shorea pinanga, Durio oxleyanus, Durio graveolens, dan Castanopsis argentea.

(Baca juga: Puspa Langka yang Terancam Punah)

Upaya konservasi pohon kriteria III telah dilakukan dengan penyediaan bibit, tetapi upaya itu belum mencapai tingkat aman populasi pohon.

Buku SRAK dibuat oleh tim LIPI bersama sejumlah pihak, yakni Fauna dan Flora Internasional- Indonesia Programme (FFI-IP), Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), dan dukungan dari Global Tree Campaign (GTC), Yayasan KEHATI, World Wildlife Fund (WWF), serta Yayasan Belantara.

Selain itu, LIPI juga mengeluarkan 50 daftar merah jenis pohon kayu komersial. Daftar merah ini merupakan yang pertama kali dibentuk di Indonesia. Isinya berupa deksripsi pohon kayu komersial, cara propagasi, status keberadaan di Indonesia, serta upaya konservasi.

Penilaian daftar merah disesuaikan dengan format yang ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Kriterianya adalah kritis, genting, rawan, hampir terancam, dan kurang mendapatkan perhatian.

“Tumbuhan Indonesia yang masuk IUCN Red List sebanyak 1252 jenis. Kami bikin daftar merah baru 50 seperti tengkawang, palahlar, dan ulir. Sisanya akan segera dibuat,” kata Enny.

Sementara itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Dahono mengatakan, pembuatan SRAK merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengonservasi flora Indonesia. Terlebih, hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam memerangi penebangan kayu illegal.

“Harapan kami adalah agar (SRAK) punya kekuatan hukum sehingga generasi kita berikutnya tidak mengalami kepunahan seperti harimau jawa dan harimau sumatera,” ujar Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau