KOMPAS.com -- Sekitar 1.500 badak berkeliaran di peternakan John Hume di Klerksdorp Afrika Selatan yang terletak seratus mil dari Johannesburg.
Setiap 20 bulan atau lebih, Hume, yang melahirkan lebih banyak badak daripada siapa pun di dunia ini, membuat tenang hewan tersebut dan menggergaji culanya. Dia melakukan ini untuk menangkal para pemburu liar, dan berjaga-jaga bila suatu hari nanti stok cula badaknya yang berjumlah enam ton bisa diuangkan.
Hari itu akhirnya tiba. Pada hari Senin, Hume berencana mengadakan lelang online untuk menjual 264 cula badak ke penduduk Afrika Selatan.
(Baca juga: Populasi Lebih Besar, Badak Sumatera Sebenarnya Lebih Terancam)
Sebuah moratorium atau penangguhan untuk membeli dan menjual cula badak di Afrika Selatan telah ada sejak 2009, tapi pada tahun 2015, Hume dan peternak cula badak lainnya mengajukan tuntutan untuk menyudahinya.
Keputusan terakhir pengadilan pada bulan April membuka jalan bagi perdagangan dalam negeri untuk memulai lagi, meskipun larangan perdagangan internasional yang didirikan pada tahun 1977 tetap berlaku.
Departemen Lingkungan Afrika Selatan mewajibkan siapa pun yang ingin membeli atau menjual cula badak untuk mengajukan izin. Hume memenangkan tawaran pengadilan dan mendapat izin di menit-menit terakhir pada sidang hari Minggu, menurut tweet oleh wartawan Afrika Selatan yang berada di ruang sidang.
Tujuan lelang tiga hari yang dinyatakan dalam website adalah untuk "mengumpulkan uang, kemudian mendanai pengembangan dan perlindungan badak lebih lanjut", seperti yang dicatat oleh website yang akan menjadi tuan rumah pelelangan.
Afrika Selatan adalah rumah bagi 70 persen dari 29.500 badak putih di seluruh dunia, tapi kini ia sedang berada di tengah krisis perburuan liar. Tahun lalu, para pemburu membantai lebih dari 1.050 badak di negara ini, naik dari tahun 2007 yang hanya berjumlah 13.
Mereka memanfaatkan permintaan akan cula badak yang sebagian besarnya diselundupkan ke China dan Vietnam untuk dipahat menjadi tchotchkes (barang dekoratif) dan karya seni, atau dijual untuk digunakan dalam obat tradisional, meskipun berbagai penelitian belum bisa membuktikan bahwa cula badak memiliki nilai kuratif atau kemampuan mengobati untuk apapun.
Hume menghabiskan 170.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,3 miliar per tahun untuk biaya keamanan badak-badaknya, kata situs lelang tersebut, ditambah biaya tambahan untuk pakan badak juga layanan kesehatan. Sebagian dari pengeluarannya dipakai untuk memangkas cula mereka.
Konsep menjual cula di Afrika Selatan telah menimbulkan kontroversi, dengan sebagian besar kelompok konservasi menentang gagasan tersebut. Kritikus menekankan bahwa hampir tidak ada pasar domestik untuk cula badak di Afrika Selatan, dan dikhawatirkan bahwa setiap cula yang dijual di dalam negeri akan diperdagangkan ke luar negeri.
(Baca juga: Badak Harapan, Harapan Baru Konservasi Badak Dunia)
"Sulit untuk melihat bagaimana pelelangan cula badak domestik ini akan melakukan sesuatu, selain mengirim sinyal yang membingungkan seluruh dunia," kata Ross Harvey, seorang ekonom dan peneliti senior The South African Institute of International Affairs.
"Jika pasar domestik Afrika Selatan hampir tidak ada, kita harus mengajukan pertanyaan tentang siapa pembeli di lelang ini yang akan menjual cula mereka," ujarnya lagi.
Para penentang juga sangat prihatin dengan pelelangan Hume karena memiliki yang berbahasa Vietnam dan China, di samping Inggris.
"Hume jelas memiliki pasar yang lebih luas, dan kita perlu mempertanyakan motifnya menjual cula," tulis Joseph Okori, kepala kantor regional Afrika Selatan untuk International Fund for Animal Welfare, dalam sebuah unggahan di sebuah situs LSM-nya.
Pihak oposisi begitu kuat hingga para hacker ikut menyerang situs tersebut minggu lalu. Situs pelelangan yang diretas tersebut ditulisi: "Kurangnya kasih sayang Anda terhadap hewan sangat keterlaluan dan telah ditangani dengan benar." Sebuah kelompok bernama National Frog Agency/Central Frog Services, yang memiliki akun twitter @NFAGov mengaku bertanggung jawab atas serangan cyber tersebut.
Namun, Hume mengklaim di situsnya bahwa perdagangan cula badak legal akan menyaingi perdagangan ilegal dan menurunkan harga cula, yang mana di pasar ilegal Afrika Selatan dihargai 3.000 dollar AS atau sekitar Rp 4 juta per setengah kilogram.
Akan tetapi, pelelangan tersebut tidak akan memiliki harga pembukaan yang tetap, kata Johan Van Eyk dari Auctioneers Van yang mengawasi pelelangan tersebut kepada Agence France-Presse, seperti yang dikutip dari Phys.org.
“Kita harus melihat berapa yang orang-orang mau bayar, baru kita punya gambaran harganya di pasar legal,” katanya. 264 cula yang dia dagangkan bisa mencapai berat 500 kilogram.
Pemerintah Afrika Selatan pun bersikeras bahwa mereka akan memberikan perlindungan yang sesuai tempatnya sebagai upaya pencegahan bocornya cula-cula tersebut ke pasar gelap.
"Departemen menempatkan nilai pada kebutuhan untuk memantau pergerakan cula, dan untuk alasan ini, ada sistem yang memungkinkan kita melakukan itu," demikian bunyi sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 17 Agustus oleh Edna Molewa, Menteri Lingkungan Afrika Selatan.
Dia menunjuk pada sistem perizinan, menandai persyaratan, dan database nasional untuk cula badak, juga profil DNA yang diperlukan dari masing-masing cula sebagai contoh bagaimana pemerintah akan terus melacak culanya.
Hume juga berencana akan melangsungkan pelelangan fisik cula badak pada bulan September mendatang.
Artikel ini sudah pernah tayang di National Geographic Indonesia dengan judul: Kini Menjual Cula Badak di Afrika Selatan Dilegalkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.