Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 19/08/2017, 15:33 WIB
EditorShierine Wangsa Wibawa

KOMPAS.com -- Seorang pakar kedokteran nuklir Australia salut dengan antusiasme ilmuwan dan praktisi di Indonesia dalam mengembangkan teknologi kedokteran di tengah keterbatasan pendanaan dan infrastruktur.

Apresiasi ini disampaikan Profesor Dale L. Bailey, pakar fisika kedokteran nuklir dari University of Sydney dan Kepala Departemen Kedokteran Nuklir dari Royal North Shore Hospital, Sydney. Dia hadir dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Fisika Medis dan Biofisika Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia (UI), di Depok pekan lalu.

Dalam forum ini Prof. Bailey memaparkan kemajuan dan pemanfaatan teknologi kedokteran nuklir yang banyak digunakan terutama dalam menangani penyakit kanker di Australia. Pemaparannya itu dihadiri sekitar 200 fisikawan medis dan praktisi kedokteran nuklir dari berbagai perguruan tinggi dan rumah sakit di Indonesia.

Prof Dale L Bailey menjelaskan mengenai pemanfaatan kedokteran nuklir di Australia kepada peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Fisika Medis dan Biofisika Indonesia di Depok, Jawa Barat, pekan lalu. ABC Iffah Nur Arifah Prof Dale L Bailey menjelaskan mengenai pemanfaatan kedokteran nuklir di Australia kepada peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Fisika Medis dan Biofisika Indonesia di Depok, Jawa Barat, pekan lalu.

Ditemui oleh jurnalis ABC di Jakarta, Iffah Nur Arifah, Prof. Bailey menjelaskan dirinya telah bekerjasama dan banyak memberi pelatihan seputar kedokteran nuklir di Indonesia sejak lama. Dia mengaku kagum melihat perkembangan luar biasa terkait pemanfaatan kedokteran nuklir di Indonesia dalam kurun waktu tiga dekade terakhir.

"Saya datang dan terlibat dalam kedokteran nuklir di Indonesia sejak tahun 1998. Saya ingat tempat pertama yang saya kunjungi, fasilitasnya masih sepenuhnya disokong pendanaan dan listrik di fasilitas itu setiap sore mati," kenangnya.

"Peralatan hibah yang harganya sangat mahal, tidak digunakan karena tidak ada yang bisa mengoperasikannya dan akhirnya rusak. Tragis sekali," tambah Prof. Bailey.

Namun situasi itu kini telah banyak berubah.

"Saat ini sudah ada sistem lebih baik yang berjalan. Sudah ada beberapa alat PET/CT scanner di Jakarta dan Bandung. Beberapa pusat juga menyediakan layanan ini. Alat-alat yang ada memang masih menggunakan teknologi dunia ketiga, tapi mereka sangat mahir dalam menggunakannya. Hal itu sangat membantu," tambahnya.

Menurut Prof Bailey perkembangan yang ada di Indonesia masih dapat diperluas. Namun kendala berupa dana dan infrastruktur diakuinya masih menjadi isu utama pengembangan sektor ini di negara-negara berkembang.

Kondisi ini, menurutnya, sangat bisa dimaklumi karena teknologi yang digunakan dalam kedokteran nuklir membutuhkan peralatan yang tidak murah. Padahal Indonesia memiliki banyak isu kesehatan lain yang mungkin perlu diprioritaskan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Jangan Lakukan Lagi, Ini Bahaya Pakai Headphone Saat Tidur

Jangan Lakukan Lagi, Ini Bahaya Pakai Headphone Saat Tidur

Kita
Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Makan Oat Setiap Hari?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Makan Oat Setiap Hari?

Kita
6 Buah yang Mengandung Serat Paling Tinggi

6 Buah yang Mengandung Serat Paling Tinggi

Oh Begitu
Mengapa Burung Hantu Memiliki Kaki yang Panjang?

Mengapa Burung Hantu Memiliki Kaki yang Panjang?

Oh Begitu
Ilmuwan Coba Hidupkan Lagi Bison Purba dari 8000 Tahun Lalu

Ilmuwan Coba Hidupkan Lagi Bison Purba dari 8000 Tahun Lalu

Fenomena
Tips Puasa Ramadan Sehat ala Ahli Diet

Tips Puasa Ramadan Sehat ala Ahli Diet

Kita
Apa Saja Gejala Paru-paru yang Tidak Sehat?

Apa Saja Gejala Paru-paru yang Tidak Sehat?

Kita
4 Cara Mengatasi Bibir Kering dan Pecah-pecah dengan Bahan Alami

4 Cara Mengatasi Bibir Kering dan Pecah-pecah dengan Bahan Alami

Oh Begitu
Apa Efek Makan Banyak Saat Berbuka Puasa?

Apa Efek Makan Banyak Saat Berbuka Puasa?

Oh Begitu
Apakah Bisa Bersin saat Tidur?

Apakah Bisa Bersin saat Tidur?

Oh Begitu
Seperti Apa Beton untuk Membangun Pemukiman di Mars?

Seperti Apa Beton untuk Membangun Pemukiman di Mars?

Oh Begitu
Seperti Apa Bukti Meteor yang Tabrak Bumi pada 3,48 Miliar Tahun Lalu?

Seperti Apa Bukti Meteor yang Tabrak Bumi pada 3,48 Miliar Tahun Lalu?

Fenomena
Apa Itu Fenomena Okultasi?

Apa Itu Fenomena Okultasi?

Fenomena
Apa yang Membentuk Batu Ginjal?

Apa yang Membentuk Batu Ginjal?

Oh Begitu
Apa Penyebab Keringat Dingin?

Apa Penyebab Keringat Dingin?

Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+