Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Hepatitis C, Infeksi Bisu yang Menghantui Indonesia

Kompas.com - 16/08/2017, 22:12 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Dr Irsan mengatakan, sebenarnya, tindakan ini juga dilakukan di luar negeri dan di banyak tempat. Jadi, alat cuci darah dibersihkan dan digunakan ulang untuk pasien yang sama. Namun, tindakan ini dipertanyakan (keamanannya) dan sudah tidak dilakukan lagi.

Screening dan pengobatan

Untuk memenuhi target WHO dan Kemenkes yang mengharapkan eradikasi virus hepatitis C pada tahun 2030, beberapa program, mulai dari screening hingga pengobatan, pun dilaksanakan

Kini, screening dapat dilakukan pada tingkat Puskesmas dan dilakukan pada risiko tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik, pasien hemodialisis, keluarga dengan penderita hepatitis C, dan petugas kesehatan dan pasien yang kontak darah dengan penderita hepatitis C.

Dipaparkan oleh Dr Wiendra, alat yang digunakan untuk melakukan screening hepatitis C dan dua penyakit lainnya pada saat ini adalah Tes Cepat Molekuler. Sejauh ini, Kemenkes sudah memiliki 41 unit, tetapi diagnosis hepatitis C di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, Kemenkes dan PPHI pun berharap agar lebih banyak penduduk yang melakukan screening.

Lalu, bila pasien memang terbukti memiliki hepatitis C, maka pengobatan harus dilakukan. Berbeda dengan penanganan hepatitis B dan HIV yang hanya bertujuan untuk menekan virus, penanganan hepatitis C bertujuan untuk kesembuhan total.

Sebab, tingkat keberhasilan pengobatan untuk hepatitis C sejak ditemukannya antivirus dari golongan Direct Acting Antivirus (DAA) ini sangat tinggi, yakni di atas 90 persen. DAA juga minim efek samping  dan mudah dikonsumsi sehingga jarang ada pasien yang menghentikan pengobatannya.

Pada saat ini, sudah ada setidaknya lima jenis DAA yang sudah teregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM): Sofosbuvir, Simeprevir, Sofosbuvir + Ledipasvir, Grazoprevir + Elbasvir dan Daclatasvir.

Namun, yang sudah masuk ke formularium nasional baru sofosbuvir, simeprevir dan ribavirin. Targetnya adalah melindungi 6.000 pasien hepatitis C melalui BPJS dengan prioritas kepada pasien yang koinfeksi karena tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi.

Dr Wiendra mengatakan, pelayanan dan akses obat hepatitis C akan didorong ke layanan BPJS, termasuk pemeriksaan diagnostik dan juga evaluasi terapi berupa pemeriksaan HCV-RNA dan genotype, juga termasuk fungsi hati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau