JAKARTA, KOMPAS.com -– Kabar baik datang dari siswa Indonesia yang behasil mendapatkan dua medali emas dan tiga medali perak dalam International Physics Olimpiad (IPhO) 2017 di Yogyakarta.
Medali emas berhasil diraih oleh Ferris Prima Nugraha dan Geryy Windiarto Mohamad Dunda, sedangkan medali perak didapatkan oleh Bonfilio Nainggolan, Faizal Husni dan Fikri Makarim Sosrianto.
Olimpiade fisika tingkat internasional ke-48 itu diikuti oleh 395 pelajar dari 86 negara. Untuk mendapatkan medali, mereka mengerjakan serangkaian soal teori dan eksperimen, masing-masing selama 5 jam.
(Baca juga: Indonesia Raih 2 Medali di Olimpiade Fisika APhO Tersulit dalam Sejarah)
Menariknya, soal ekperimen yang disajikan dalam IPhO 2017 adalah hasil penemuan terbaru peneliti Indonesia di bidang fisika, Dr Oki Gunawan dan Dr Yudistira Virgus. Keduanya menyuguhkan temuan terbaru menggunakan magnet yang dibuat oleh produsen asal Amerika Serikat untuk mencari jebakan magnet yang disebut efek punuk unta.
“Magnet batang biasanya kutub utara (dan) selatan di ujungnya. Kalau magnet ini ada di pinggir silinder. Kalau diletakkan berdekatan, nanti potensial yang muncul bentuknya seperti punduk unta,” kata Pendiri Yayasan Simetri Hendra Kwee, PhD, yang menjadi bagian tim akademik dari IPho 2017 saat dihubungi pada hari Senin (31/7/2017).
Saat magnet disusun berdampingan, isi pensil dengan bahan tertentu akan melayang di udara tanpa tambahan input energi lain.
Dalam olimpiade, temuan Oki dan Yudistira digunakan untuk mengetahui dua hal, yakni sifat magnet dari isi pensil mekanik dan mengukur gesekan udara saat isi pensil mekanik melayang.
“Setiap benda yang bergerak di udara ada gesekannya. Kalau mau dioptimalkan harus tahu berapa. Misalnya, bergerak itu ada gesekan udara dan aerodinamika mobil. Kalau aslinya, pengukuran menggunakan video, ketika olimpiade pakai kasat mata saja,” ucap Hendra.
(Baca juga: Banyak Orang Indonesia Anggap Fisika Susah, Inilah Sebabnya)
Hendra menuturkan, pengukuran medan magnet mungkin tak telalu berguna bagi orang awam. Namun, untuk kepentingan fisika, temuan ini dapat diterapkan guna mengetahui sifat magnet pada material yang akan dibuat.
Bila menggunakan alat profesional, menurut Hendra, ratusan juta hingga miliarian uang akan habis untuk mengetahui sifat magnet dan gesekan udara. Dengan temuan Oki dan Yudistira, biaya tersebut dapat ditekan.
Tak berhenti sampai di situ, hasil penelitian tersebut tengah dikembangkan sebagai alat sensor gempa. Getaran pensil yang melayang di udara akan memberikan informasi kekuatan gempa.
Kini, Oki sedang bekerjasama dengan sebuah institut asal Italia. “Italia kan juga negara yang punya banyak gunung api. Alat gempa komersial banyak beredar cuma masih mahal. Harapannya, dengan alat yang lebih sederhana ini bisa lebih murah,” ujar Hendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.