KOMPAS.com –Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) kembali berprestasi dalam Asian Physics Olympiad (APhO) ke-18 yang diadakan di Yakutsk, Rusia pada tanggal 1-9 Mei 2017.
Dalam kompetisi kali ini, ketujuh peserta dari Indonesia berhasil merebut satu medali emas, satu medali perak, dan lima Honorable Mention untuk ditambahkan ke dalam daftar panjang prestasi anak-anak tanah air.
Diperkenalkan dalam acara konferensi pers yang diadakan hari ini (15/6/2017) di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), peraih medali emas adalah Gerry Windiarto Mohamad Dunda dari SMAN MH Thamrin, Jakarta dan Ferris Prima Nugraha dari SMAK Penabur Gading Serpong yang meraih medali perak.
Sementara itu, Faizal Husni (SMA Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan), Andrew Wijaya (SMA St Angela Bandung), Johanes Suhardjo (SMAK Frateran Surabaya), Bonfilio Nainggolan (SMAN 48 Jakarta), dan Irfan Zaky Harlen (SMAN 8 Jakarta) menjadi peraih Honorable Mention di APhO ke-18 ini.
Soal pertanyaan olimpiade
Prestasi ini juga menjadi semakin luar biasa karena APhO kali ini diakui oleh semua pimpinan tim sebagai yang tersulit sepanjang sejarah.
Hendra Kwee, PhD, selaku pendiri Yayasan Sinergi Mencerdaskan Tunas Negeri (Simetri) yang bertanggung jawab untuk membina dan memberangkatkan TOFI ke APhO 2017, menjelaskan bahwa APhO ke-18 terdiri dari dua tahap, satu soal eksperimen mengkarakterisasi sifat Photonic Crystal dan tiga soal teori, yang harus dikerjakan dalam waktu lima jam.
“Jadi jangan dibayangkan kalau tiga soal itu pendek-pendek. Soal eksperimen itu 19 halaman dan masing-masing soal teori itu punya sub-pertanyaan lagi yang jumlahnya mencapai 50 sampai 60 pertanyaan,” ucapnya.
Hendra lalu memaparkan lebih lanjut, soal nomor satu tentang vortex pada cairan super adalah salah satu penelitian yang mendapat hadiah Nobel pada tahun ’60-an. Jadi yang dikerjakan oleh anak-anak ini adalah permodelan yang lebih sederhana.
Sementara itu, topik soal nomor dua tentang tumbukan dua lubang hitam merupakan satu fenomena yang sempat menjadi perhatian media pada tahun lalu. Di soal nomor dua ini, para peserta diminta menjabarkan proses terjadinya tumbukan tersebut.
Soal nomor tiga membahas satelit yang setelah diluncurkan lalu dibiarkan begitu saja menjadi sampah antariksa. “Nah, di soal nomor tiga ini, anak-anak diminta menganalisa bagaimana pengaruhnya terhadap medan magnet bumi,” ujar Hendra.
Tingkat kesulitan APhO kali ini juga tercermin dari jumlah medali emas yang relatif sedikit, yaitu sebanyak 18 buah, dan batas nilai perolehan medali yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya, dari 38 pada tahun lalu menjadi 26 pada tahun ini.
Hendra menyampaikan, nilai seluruh tim relatif rendah dan negara yang langganan medali emas seperti Singapura tidak dapat sama sekali tahun ini. Jadi, ya memang soal tahun ini sulit sekali.
Dengan kemenangan ini, Indonesia telah meraih 32 medali emas, 22 perak, dan 49 Honorable Mention dalam APhO sejak tahun 2000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.