Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Indonesia Rentan Obesitas, Apa yang Harus Dilakukan?

Kompas.com - 22/07/2017, 20:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Di era modern ini, Indonesia masih saja dihinggapi oleh persoalan gizi, terutama obesitas pada anak.

Diungkapkan oleh dr Reni Wigati, SpA, seorang dokter spesialis anak di RS Dharmais dalam acara diskusi “Kenali Bahaya Gula pada Tumbuh Kembang Anak” bersama Forum Ngobras di Sleepyhead Coffee, Jakarta, Jumat (21/7/2017), Indonesia kini berada di posisi ke-10 di dunia untuk masalah obesitas.

Berdasarkan survei, tingkat gizi lebih pada anak secara global di tahun ’90-an adalah 4,2 persen. Angka ini kemudian meningkat menjadi 6,7 persen pada tahun 2010 dan prediksinya akan lebih dari sembilan persen pada tahun 2020.

“Sedihnya, pada tahun 2013, penelitian di Indonesia menemukan bahwa angka overweight sudah 10,8 persen dan angka obesitas di atas delapan persen. Jadi kita sudah duluan di atas prediksi kegemukan dunia pada tahun 2020,” kata dr Reni.

(Baca juga: Pola Asuh Kaku Picu Obesitas Anak)

Padahal, kegemukan berpotensi menyebabkan penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes tipe dua.

Penelitian juga menemukan bahwa sebagian besar dari kasus obesitas murni disebabkan oleh nutrisional. “Jadi, asupannya lebih besar dari kalori yang dikeluarkan,” kata dr Reni. Sementara itu, kelainan hormon dan genetik hanya menyebabkan kurang dari 10 persen masalah gizi lebih di Indonesia.

Menjaga berat badan anak

Untuk itu, dr Reni pun menghimbau orangtua untuk melakukan pencegahan sebelum terlambat. Caranya dengan mengenalkan pola makan yang benar sejak usia enam bulan atau sejak tahap makanan pendamping air susu ibu (MPASI).

Menurut dia, pola makan yang baik terdiri dari tiga kali makan besar dan dua kali camilan berupa buah segar yang tidak dijus. Kalori yang dikonsumsi anak pun harus dikonsultasikan dengan pakar nutrisi. Lalu, selama makan dan di luar jadwal, anak hanya boleh minum air putih.

Untuk jamnya, dr Reni berpendapat bahwa pola makan anak bisa mengikuti pola makan keluarga. “Yang paling baik adalah anak makan di meja makan bersama keluarganya, tanpa dibarengi aktivitas lain, terutama nonton televisi,” katanya.

Kemudian, langkah berikutnya adalah menciptakan lingkungan yang netral dan tidak memaksa. Dia menekankan, jenis dan jumlah makanan hanya anak yang menentukan. Bila anak sudah merasa kenyang, ya kenyang. Harus dihargai.

(Baca juga: Makanan Ini Ternyata Bikin Anak Obesitas)

Dokter Reni juga berkata bahwa ASI juga harus diberikan hingga anak berusia dua tahun. “Hal ini bisa membantu mencegah obesitas,” ucapnya.

Lalu, bagaimana bila gizi anak sudah terlanjur lebih?

Langkah pertama yang harus dilakukan orangtua adalah menyesuaikan kalori dengan kebutuhan. Penentuan kalori bisa dibantu oleh petugas kesehatan.

Namun, pengurangan kalorinya harus bertahap. Bila terlalu cepat, dr Reni berkata efeknya bisa bermacam-macam, termasuk batu ginjal dan batu empedu. “Kita minta dia kurangi sekitar 200 kalori ya, dikurangi sedikit-sedikit. Target pengurangan berat badannya juga hanya 0,5 kilogram saja per minggu,” ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau