KOMPAS.com -- Anda mungkin sudah bosan mendengar bahwa salah satu penyebab utama dari pemanasan global adalah emisi gas rumah kaca. Namun, tahukah Anda bahwa 71 persen dari emisi gas rumah kaca global ternyata berasal dari 100 produsen saja?
Sebuah laporan baru yang merupakan hasil kerja sama dari Carbon Disclosure Project (CDP) dan Climate Accountability Institute mempelajari Carbon Majors Database untuk mengetahui peran perusahaan dalam perubahan iklim. Hal ini berkebalikan dengan studi-studi sebelumnya yang hanya menyelidiki emisi gas rumah kaca per negara.
Mereka menemukan bahwa industri bahan bakar fosil memiliki andil yang luar biasa dalam perubahan iklim. Bahkan, menurut laporan tersebut, jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri bahan bakar fosil selama 28 tahun (1988-2015) sama dengan 237 tahun sejak revolusi industri hingga 1988.
(Baca juga: 5 Malapetaka yang Terjadi Jika Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celcius)
Lebih mengerikannya lagi, para penulis melaporkan bahwa setengah dari emisi gas rumah kaca industri global berasal dari 25 produsen saja. Duduk pada posisi teratas adalah perusahaan pertambangan batu bara milik negara China dan Perusahaan Minyak Saudi Arabia (Aramco). Keduanya bertanggung jawab atas 14,3 dan 4,5 persen emisi global sejak tahun 1988.
Sementara itu, perusahaan swasta yang termasuk dalam daftar ini adalah ExxonMobil Corp (2%), Royal Dutch Shell PLC (1,7%), BP PLC (1,5%), dan Chevron Corp (1,3%).
Lalu, satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar ini hanyalah PT Pertamina pada posisi ke-35 dengan kontribusi 0,5 persen terhadap emisi global.
Namun, para peneliti menekankan bahwa publikasi dari daftar ini bukan hanya untuk mempermalukan perusahaan-perusahaan tersebut, melainkan untuk mengingatkan bahwa swasta juga bertanggung jawab untuk seperlima emisi gas rumah kaca global.
“Angka tersebut menjadi tanggung jawab yang signifikan bagi para investor untuk berinteraksi dengan perusahaan-perusahaan penghasil karbon dan mendorong mereka untuk jujur mengenai risiko perubahan iklim,” kata ketua teknis CDP, Pedro Faria, kepada The Guardian 10 Juli 2017.
Para peneliti memperingatkan, jika tren ekstraksi bahan bakar fosil ini terus berlanjut selama 28 tahun ke depan, maka temperatur rata-rata global akan naik pada akhir abad ini hingga empat derajat celcius di atas temperatur sebelum masa industrialisasi.
(Baca juga: Pemanasan Global, 3 Kota Besar Dunia Bisa Tenggelam)
Temperatur tersebut akan meletakkan manusia pada kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya dan akan mengancam keamanan pangan dunia, serta membuat bumi tidak lagi bisa ditinggali.
Lalu, walaupun kita tidak bisa mengembalikan temperatur seperti masa sebelum industrialisasi, para peneliti menekankan bahwa inilah saatnya untuk memngurangi emisi global dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Faria menuturkan, perusahaan bahan bakar gas juga harus berperan sebagai pemimpin dalam transisi ini. Kita harus sadar akan tanggung jawab bersama yang berarti belajar dari masa lalu dan melihat ke masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.