KOMPAS.com - Seks badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mungkin salah satu seks paling "ribet" sedunia satwa, termasuk jika dibandingkan manusia.
Manusia bisa merayu pasangan atau membuka aplikasi kencan untuk mendapatkan seks instan. Badak sumatera, baik yang jantan maupun betina, tidak.
Seperti beberapa hewan lain, badak sumatera memiliki masa birahi. Namun, ada sejumlah faktor yang membuat seks mamalia paling terancam punah di dunia itu lebih "ribet".
"Badak betina tidak mau didatangi kapan saja, hanya 4 hari dalam masa estrusnya," kata Widodo S Ramono dari Yayasan Badak Indonesia (YABI).
"Ada satu hari di mana ukuran folikel badak berukuran 22 milimeter. Kalau kurang dari itu, badak betina tidak suka didatangi pejantan," imbuh Widodo, Selasa (16/5/2017).
Dengan periode birahi dan "mood" betina yang singkat, kerepotan bertambah dengan perilaku badak sumatera jantan yang kerap agresif.
Dalam masa pendekatan, badak sumatera jantan kerap memaksa kehendak. Akibatnya bukan hanya penolakan tetapi juga cedera pada betina.
Reproduksi juga lebih repot karena jantan dan betina tak bisa bertemu setiap saat. Badak sumatera hidup "single and happy". Mereka menikmati berkelana sendiri.
Dalam kondisi alam yang bagus, pertemuan jantan dan betina bisa lebih mudah. Tapi dengan kondisi hutan di Sumatera yang sudah terfragmentasi, pertemuan sulit.
Pertemuan dan seks badak yang sulit adalah tantangan dalam konservasinya. Ilmuwan dan pegiat konservasi bekerja keras untuk menakhlukkan tantangan itu.
Salah satu pemecahan masalah muncul dalam studi Zainal Zahari, ilmuwan Malaysia. Studi yang dipublikasikan di jurnal Science tahun 2004 itu menyebut, lebih baik jantan diperkenalkan pada betina yang sudah birahi.
Setelah seks, kehamilan dan kelahiran pun menjadi tantangan tersendiri. "Badak sumatera mengandung 15-16 bulan. kalau berhasil dilahirkan, induknya harus bersama 3 tahun," kata Widodo.
Seperti manusia, badak juga menghadapi risiko keguguran saat melahirkan. Badak pun berisiko mati saat masih bayi.
Sulitnya seks dan reproduksi badak sumatera ini bisa menjadi gambaran betapa sulitnya menambah populasinya. Konservasi badak perlu dukungan.
Saat ini, badak sumatera di Sumatera tinggal 100 ekor dan di Kalimantan tinggal 23 ekor. Dua populasi itu punya tantangan khas yang besar.
Badak sumatera di Sumatera enghadapi tantangan perubahan habitat dan aktivitas masyarakat. Sementara yang di Kalimantan menghadapi tantangan tambang dan pemasangan jerat.
Jerat bisa merenggut nyawa badak. Tahun 2016 lalu, badak sumatera di Kalimantan bernama Najaq mati akibat infeksi berat karena jerat.
Kasus itu bisa jadi bukti bahwa satu kejahatan lingkungan manusia bisa mengakibatkan upaya besar penyelamatan satwa berakhir percuma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.