Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Banyak Ilmuwan Indonesia yang Hengkang ke Luar Negeri?

Kompas.com - 16/05/2017, 19:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Ketika ditanya mengenai pilihan universitasnya, peraih medali emas di Asian Physics Olympiad (APhO) ke-18, Gerry Windiarto Mohamad Dunda, berkata bahwa dia sedang dalam proses aplikasi beasiswa di Nanyang Technology University (NTU) di Singapura.

Selain NTU, Gerry juga ingin masuk ke National University of Singapore (NUS), universitas yang juga dibidik oleh peraih medali perak di APhO ke-18 Ferris Prima Nugraha.

Alasannya, tidak ada universitas dalam negeri yang menawarinya beasiswa. “Kalau saya, targetnya segratis-gratis mungkin dan sebagus-bagus mungkin. Kalau di luar negeri ada yang nawarin (beasiswa) bagus, ya kenapa tidak?,” ujarnya dalam konferensi pers yang diadakan di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Senin (15/5/2017).

Gerry dan Ferris bukan satu-satunya anak cerdas Indonesia yang memilih untuk bersekolah atau berkarier di luar negeri.

(Baca juga: Indonesia Raih 2 Medali di Olimpiade Fisika APhO Tersulit dalam Sejarah)

Dalam acara yang sama, Hendra Kwee, PhD, Founder Yayasan Simetri yang membantu anak-anak berbakat Indonesia untuk berkompetisi di bidang sains tingkat internasional, berkata bahwa banyak alumni mereka yang berkiprah di luar dan yang kembali ke Indonesia presentasenya masih sedikit.

Menurut dia, penyebab utamanya adalah kebutuhan Indonesia terhadap para talenta sains yang masih terbatas.

Tim fisika di Yayasan Simetri sendiri terdiri dari empat orang doktor lulusan Amerika Serikat, satu orang doktor lulusan Italia, satu orang master dari Rusia, dan satu sarjana.

“Jadi, secara perlahan mulai ada alumni kita yang kembali ke Indonesia. Hanya saja tidak bisa kita paksakan terlalu cepat juga. Kalau ada kebutuhannya, misalnya butuh tenaga di kampus untuk melakukan penelitian yang lebih baik, ya akan lebih banyak yang kembali ke Indonesia,” katanya.

Sayangnya, dana riset di Indonesia masih sangat terbatas sehingga para peneliti pun enggan untuk kembali. Oleh karena itu, Hendra pun menuturkan, yang perlu kita lakukan adalah menjalin kerja sama dalam alumni-alumni kita.

“Kalaupun mereka tidak kembali ke Indonesia, sebenarnya mereka tetap bisa berkiprah membangun Indonesia lewat kerja sama, misalnya kerja sama riset dengan kampus di Indonesia atau membantu anak-anak kita untuk studi di luar negeri,” ucapnya.

(Baca juga: Kenapa Indonesia Tak Maju-maju dalam Sains dan Teknologi?)

Hendra pun memberi contoh. Pada tahun 1970-an, China mulai mengirimkan anak-anaknya yang berprestasi untuk menimba ilmu ke Amerika Serikat. “Kini, anak-anak itu sudah mulai kembali sehingga sains di China pun berkembang baik,” katanya.

Dengan banyaknya anak Indonesia yang melanjutkan studi ke luar negeri, Hendra berharap agar suatu saat nanti sebagian besar dari mereka kembali dan mengembangkan sains dan teknologi di Indonesia.

Namun, agar mereka kembali, pemerintah dan swasta pun harus berusaha. “Tanggung jawab ini besar di sisi pemerintah, tetapi juga di sisi swasta. Harapannya ke depan adalah agar banyak industri di Indonesia yang berbasis riset, bukan hanya sekadar produksi, tetapi ada riset pengembangannya,” kata Hendra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com