Meski begitu, dikenal pula eutanasia pasif. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan alat bantu yang menunjang kehidupan pasien.
Sintak mengatakan bahwa praktik itu ada di Indonesia. Ia menolak menyebutnya eutanasia pasif namun sebagai "tindakan membiarkan pasien meninggal karena penyakitnya".
Tindakan itu dilakukan jika tak ada harapan kesembuhan. Selain itu, tindakan bisa dilakukan jika pasien mengalami penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kematian dan pengobatannya tak bisa menolong.
"Ini berbeda dengan eutanasia. Kalau eutanasia, kita lakukan pada orang yang sebenarnya mungkin masih bisa hidup," terangnya.
Keputusan membiarkan pasien meninggal karena penyakitnya sendiri sangat rumit. "Itu harus dibahas di komisi etik rumah sakit. Tidak bisa diputuskan satu dokter," imbuhnya.
Sintak mengatakan, tak ada dasar hukum tindakan membiarkan pasien meninggal. Itu hanya berbasis prinsip moral. Jika disusun dasar hukumnya, akan rumit rincian teknisnya.
Baca Juga: Apa Kata Hukum Indonesia tentang Eutanasia?
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terpilih Daeng M Faqif, mengungkapkan, wacana untuk legalisasi eutanasia pasif memang ada namun masih banyak perdebatan.
Untuk bisa dilegalkan, eutanasia pasif harus dipertimbangkan dulu oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Proses bisa memakan waktu lama.
Bagi yang kontra, dasarnya adalah selalu adanya kemungkinan untuk bertahan hidup, walaupun kecil. Meski jarang terjadi, ada kasus pasien sadar usai koma sekian lama.
Eutanasia pasif sendiri menuai dilema. Jika dilegalkan, maka apa bedanya dengan mengeutanasia langsung. Sementara, jika tidak dan keluarga pasien tidak mampu, masalah yang muncul adalah biaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.