Inilah Alasannya Indonesia Melarang Eutanasia

Kompas.com - 07/05/2017, 19:59 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com - Salah seorang warga Banda Aceh, Berlin Silalahi, mengajukan permohonan eutanasia dengan disuntik mati ke Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Berlin menjadi putus asa karena mengalami radang tulang dan lumpuh sejak 2014. Sayangnya, hukum dan etika kedokteran di Indonesia tidak mengizinkan Berlin mengakhiri hidupnya.

Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 melarang dokter membantu pasien yang tidak mungkin sembuh menurut medis untuk melakukan eutanasia.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga memasukkan hal itu sebagai tindak pidana.
Mengapa Indonesia tak bisa melegalkan eutanasia?

Peneliti The Society of Philosophy and Technology, Budi Hartono, menilai, alasan Indonesia melarang suntik mati cukup rasional.

"Secara hukum tentu perlu dipertimbangkan. Kalau ada hukum yang memungkinkan euthanasia, banyak orang akan berpikir untuk melakukannya," kata Budi.

Baca Juga: Seorang Laki-laki Minta Disuntik Mati, Bagaimana Kita Harus Menyikapi?

Gagasan eutanasia berawal dari kebebasan untuk menentukan pilihan. Ini lalu dimungkinkan oleh kemajuan sains dan teknologi.

Namun dalam praktiknya, eutanasia tak selalu berhubungan dengan penyakit yang tak bisa disembuhkan saja tetapi bisa karena alasan psikis dan sosial.

Menurut Budi, dalam kasus Berlin, eutanasia tidak lagi murni relasi antara pasien dan dokter, bahkan ahli etika. Ada alasan sosial ekonomi.

Melalui Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa, pemerintah bisa ikut berperan agar Berlin mengurungkan niatnya mengakhiri hidup.

Budi mengatakan, pemerintah memiliki kapasitas untuk mengurangi penderitaan Berlin. Hal itu diantaranya dapat dilakukan dengan bantuan pengobatan Berlin maupun perlindungan terhadap keluarga Berlin.

"Ya perlu (perlindungan) itu. Atau konseling psikologi," ucap Budi melalui pesan singkat pada Minggu (7/5/2017).

Baca Juga: Melogika Eutanasia, Indonesia Melarang, Kenapa Belgia Melegalkannya?

Akademisi di Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta, Sintak Gunawan mengatakan, Indonesia melarang eutanasia karena masih memegang teguh prinsip dasar kedokteran.

"Dokter memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan menyembuhkan pasien dengan usaha sebaik mungkin. Jadi eutanasia tidak bisa dilakukan," katanya.

Eutanasia Pasif

Meski begitu, dikenal pula eutanasia pasif. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan alat bantu yang menunjang kehidupan pasien.

Sintak mengatakan bahwa praktik itu ada di Indonesia. Ia menolak menyebutnya eutanasia pasif namun sebagai "tindakan membiarkan pasien meninggal karena penyakitnya".

Tindakan itu dilakukan jika tak ada harapan kesembuhan. Selain itu, tindakan bisa dilakukan jika pasien mengalami penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kematian dan pengobatannya tak bisa menolong.
 
"Ini berbeda dengan eutanasia. Kalau eutanasia, kita lakukan pada orang yang sebenarnya mungkin masih bisa hidup," terangnya.

Keputusan membiarkan pasien meninggal karena penyakitnya sendiri sangat rumit. "Itu harus dibahas di komisi etik rumah sakit. Tidak bisa diputuskan satu dokter," imbuhnya.

Sintak mengatakan, tak ada dasar hukum tindakan membiarkan pasien meninggal. Itu hanya berbasis prinsip moral. Jika disusun dasar hukumnya, akan rumit rincian teknisnya.

Baca Juga: Apa Kata Hukum Indonesia tentang Eutanasia?

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terpilih Daeng M Faqif, mengungkapkan, wacana untuk legalisasi eutanasia pasif memang ada namun masih banyak perdebatan.

Untuk bisa dilegalkan, eutanasia pasif harus dipertimbangkan dulu oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Proses bisa memakan waktu lama.

Bagi yang kontra, dasarnya adalah selalu adanya kemungkinan untuk bertahan hidup, walaupun kecil. Meski jarang terjadi, ada kasus pasien sadar usai koma sekian lama.

Eutanasia pasif sendiri menuai dilema. Jika dilegalkan, maka apa bedanya dengan mengeutanasia langsung. Sementara, jika tidak dan keluarga pasien tidak mampu, masalah yang muncul adalah biaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau