Alih-alih anak-anak kita menikmati ikan segar yang saat ini diekspor keluar utuh-utuh, mereka justru diarahkan makan biskuit dengan bahan baku terigu yang tidak tumbuh di bumi pertiwi.
Lebih mengenaskan lagi dalam salah satu demo masak di kota kecil, ibu-ibu memilih bahan baku margarin dan keju untuk pengisi kalori makanan balita.
Padahal di tempat itu telur melimpah, ikan yang kaya lemak sehat tak terhitung bahkan anak-anak sebenarnya gemar makan teri yang renyah, tapi ditakut-takuti mitos cacingan.
Jika ditanya apa yang salah dengan pendidikan gizi, maka kita perlu menengok ke kiri kanan – dari mana informasi gizi itu berasal.
Jika hanya bermodal brosur dan poster, tak heran dalam konseling gizi yang muncul adalah nasehat seperti ini,”Bu, anaknya diberi lauk dan sayur ya..”
Padahal anak yang dimaksud masih balita, punya masalah mengunyah makanan padat dan sejak bayi hanya diberi bubur susu dari kemasan instan.
Anak mustahil diberi sayur jika orangtua (dan sebagian besar tenaga kesehatan) masih percaya sayur hijau penyebab asam urat naik – tanpa mau berusaha sedikit mengecek daftar makanan tinggi purin sebagai sumber produksi asam urat.
Mustahil pula dapat meyakinkan masyarakat akan ampuhnya polifenol dan begitu banyak antioksidan sayur sebagai pencegah penyakit degeneratif dan kanker jika mind set mereka bukan tentang mencegah penyakit, tapi soal apa yang enak dimakan hari ini.
Mind set yang sama dimiliki para ABG yang ulahnya bikin pusing kepala – mulai dari permainan meregang nyawa hingga mengerjai pendatang baru atas nama perpeloncoan – yang tidak memikirkan ‘besoknya bagaimana’ yang penting hari ini ‘fun’.
Menjalankan roda kesehatan di negri ini rupanya membutuhkan upaya ekstra dan otak kinclong. Yang membuat posyandu tidak lagi identik dengan bubur kacang ijo. Melainkan menyesuaikan pangan lokal di tiap kabupaten di tanah air dengan kehebatan gizi tak terpikirkan orang yang menyusun panduan gizi selama ini.
Sehingga orang Flores tak perlu sedih jika tidak makan nasi, karena yang mereka butuhkan sesungguhnya bernama ‘karbohidrat’. Begitupun bubur Manado dengan daun gedi bisa menggantikan kedudukan kacang ijo di tanah Minahasa.
Sehingga, para mama di Papua bisa tersenyum lebar menyuapi ubi bakar dengan ikan ke mulut anaknya tanpa harus dicekoki pangan rafinasi yang sudah terlalu lama merusak pulau Jawa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.