Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plastik dan "Nafsu" Belanja

Kompas.com - 28/07/2016, 10:48 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – 
Membawa kantong belanja sendiri dari rumah untuk berbelanja, ternyata tak hanya menghemat uang untuk membayar kantong plastik dari peritel. Jurus ini juga bisa menekan "nafsu" belanja. Kok bisa?

Sejak diberlakukannya uji coba kebijakan plastik berbayar pada 21 Februari 2016, masyarakat dirangkul untuk berpikir ulang bila hendak menggunakan plastik saat berbelanja di toko ritel. Pasalnya, satu kantong plastik dikenakan banderol Rp 200.

Uji coba tahap pertama yang dilakukan hingga Mei 2016 itu ternyata membuahkan hasil. Menurut catatan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), sudah ada penurunan penggunaan kantong plastik di masyarakat hingga kisaran 30 persen.

“Sejak aturan itu diberlakukan, penggunaan kantong plastik turun drastis,” ujar Wakil Ketua Aprindo, Tutum Rahanta seperti dilansir oleh Kompas.com, Rabu (13/7/2016).

Sebelum ada aturan itu, kata Tutum, masyarakat cenderung boros menggunakan plastik. Untuk barang-barang kecil saja yang dibeli, konsumen bisa meminta dibungkus plastik. Nah, saat sudah berbayar, mereka jadi enggan memakai plastik.

Kompas.com melihat sendiri kebiasaan baru itu. Berdasarkan pantauan di Hypermart Thamrin City, Minggu (17/7/2016), misalnya, beberapa orang yang hanya membeli minuman kemasan sudah tidak meminta dibungkus plastik. Konsumen cenderung memegang atau menaruhnya di tas.

HARIAN KOMPAS/WISNU WIDIANTORO KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Pembeli bersiap membawa belanjaan mereka yang dibungkus kantong plastik di sebuah pasar swalayan di Jakarta.

Lalu, Kompas.com berjumpa pula dengan Utami Nisa (24) dan temannya, Ria Anggraeni (23), di tempat itu. Sebelum menitipkan tas ransel yang dipakai pada petugas penjaga, mereka mengeluarkan tas belanja berulang pakai yang dilipat kecil seukuran saku.

“Sebenarnya bawa kantong belanja (berulang pakai) seperti ini tidak ribet. Apalagi kebanyakan bahannya tipis dan bisa diselipkan di tas,” ujar Nisa.

Nisa dan Ria sudah menjalani kebiasaan itu sejak peraturan plastik berbayar diberlakukan. Menurut mereka, hal itu awalnya dilakukan hanya ikut-ikutan teman, tetapi lama-kelamaan menjadi terbiasa.

“Lumayan juga sih, tambahan biaya buat beli plastik bisa buat beli yang lain. Apa lagi kalau yang dibeli banyak seperti belanja bulanan,” timpal Ria.

Menariknya, kata Ria, selain hemat karena tidak menambah biaya, membawa kantong belanja bisa membatasi dirinya saat berbelanja.

“Kalau perempuan kan biasanya sudah punya catatan belanja dari rumah, tetapi tahu-tahu nambah banyak saat berbelanja. Nah, saat bawa kantong belanja sendiri saya jadi berpikir ulang kalau mau nambah belanjaan lagi takut kantongnya tidak muat,” tuturnya.

Tak hanya masyarakat, pihak swasta pun sudah ikut merespons aturan pemerintah dengan ikut menyediakan tas belanja berulang pakai. PT Tempo Scan Pacific, misalnya, secara resmi mendistribusikan tas belanja Tempo Scan Love Earth (TSLE).

Sebanyak 740.000 tas belanja didistribusikan per 1 Mei 2016 di toko-toko ritel di Indonesia. Konsumen bisa mendapatkan tas ini secara gratis bila membeli produk Tempo Scan senilai minimal Rp 25.000.

Pemakaian plastik

Riset Greeneration Indonesia pada 2009 menuliskan bahwa satu orang di Indonesia rata-rata memakai 700 kantong plastik per tahun. Bila diakumulasi, ada lebih dari 100 miliar kantong plastik yang digunakan masyarakat Indonesia per tahun.

(BacaBisakah Indonesia Bebas dari Jerat Plastik?)

Thinkstock Ilustrasi tumpukan kantong plastik

Dengan biaya Rp 200—patokan dalam kebijakan pemerintah berdasarkan kesepakatan dengan Aprindo—didapati setiap orang rata-rata mengeluarkan uang Rp 140.000 hanya untuk membayar kantong plastik, bila kebiasaan penggunaan kantong tersebut tak berubah.

Kalaupun nominal itu dianggap tidak seberapa, masih banyak bencana yang mengiringi bila kebiasaan penggunaan kantong plastik tidak dikurangi.

(Baca: Ada Ancaman Bencana di Balik Kantong Plastikmu!)

Saat ini, ekosistem di laut mulai terancam, setidaknya merujuk riset dari Jenna Jambeck dan kawan-kawan pada 2015. Di situ disebutkan, Indonesia merupakan negara penyumbang nomor dua terbanyak sampah plastik ke laut.

Sampah yang dihasilkan mencapai 187,2 juta ton. Bahkan ada prediksi pada 2050, jumlah sampah plastik di laut akan lebih banyak dari jumlah ikan.

Saat ini pun banyak biota laut yang mengira sampah plastik adalah makanannya. (BacaSaat Ikan Terancam Tak Lagi Jadi Tuan Rumah di Laut...)

Untuk mengantisipasi hal itu, kebiasaan baru untuk mengurangi penggunaan plastik harus segera dimulai. Bukan untuk pengehematan semata, tetapi untuk keberlangsungan hidup di bumi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com