Ada Ancaman Bencana di Balik Kantong Plastikmu!

Kompas.com - 27/04/2016, 15:54 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com – Kebijakan kantong plastik berbayar yang mulai diujicobakan penerapannya oleh Pemerintah pada 21 Februari 2016, disebut mulai memperlihatkan hasil di Jakarta. Namun, ada ancaman bencana lebih besar yang masih belum terelakkan dengan itu.

“Saat survei di Jakarta, 103 responden (46,4 persen) tidak lagi memakai (kantong) plastik (saat berbelanja),” ujar peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Natalya Kurniawati seperti dikutip Kompas.com pada Rabu (13/4/2016).

Survei YLKI yang melibatkan 222 responden di Jakarta mendapati pula, 83 konsumen mengaku menggunakan kurang dari 3 lembar kantong plastik, 29 orang memakai 3-4 kantong, dan 7 responden menggunakan lebih dari 4 kantong.

Baca juga: Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2025 di Jakarta Selama Sebulan

Dari riset itu, mayoritas responden terlihat sudah mulai mengurangi atau bahkan tak memakai kantong plastik saat berbelanja dan memilih membawa tas atau kantong belanja dari rumah. Penelitian itu dilakukan YLKI pada 1 Maret 2016 sampai 6 April 2016, untuk memantau efektivitas kebijakan kantong plastik berbayar.

Meski demikian, YLKI merasa kebijakan plastik berbayar belum cukup efektif, dengan data masih banyak juga responden yang tetap menggunakan kantong plastik dari toko ritel sekalipun dikenakan tambahan harga. Survei di atas juga relatif terbatas cakupannya. Padahal, ancaman dari penggunaan plastik tetap membayangi Bumi.

Bencana

Berdasarkan riset Greeneration pada 2009, satu orang di Indonesia rata-rata memakai 700 kantong plastik per tahun. Bila diakumulasi, ada lebih dari 100 miliar kantong plastik—yang pembuatannya menghabiskan 12 juta barrel minyak bumi—digunakan masyarakat Indonesia per tahun.


Dengan patokan harga Rp 200—patokan dalam kebijakan pemerintah berdasarkan kesepakatan dengan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo)—didapati setiap orang rata-rata mengeluarkan uang Rp 140.000 hanya untuk membayar kantong plastik, bila kebiasaan penggunaan kantong tersebut tak berubah.

Kalaupun nominal itu dianggap tak seberapa, tumpukan sampah dari kantong plastik yang tak bisa cepat terurai di alam akan menjadi ancaman lebih besar bagi kehidupan dan ekosistem. (Baca juga: Mau, Anak Cucu Kita Tinggal di Atas “Fosil”?)

Terlebih lagi, lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia semakin terbatas. Tumpukan tinggi dari sampah yang tak cepat terurai seperti plastik bakal menggunung dan rawan menjadi penyebab bencana tersendiri.

Bencana akibat sampah—yang kebanyakan didominasi plastik—pernah melanda Indonesia pada 21 Februari 2005. Saat itu, 157 jiwa hilang sia-sia dan dua kampung terhapus dari peta karena tertimpa longsoran sampah dari TPA Leuwigajah, Bandung.


Bahaya lanjutan yang mengancam adalah ditemukan banyak sampah plastik di laut. Penelitian Jenna R Jambeck dan kawan-kawan pada 2015 membuktikan, Indonesia ternyata menjadi penyumbang sampah plastik ke laut terbanyak kedua setelah China.

Baca juga: Saksi Ungkap Kesya Berkenalan dengan Oknum TNI AL di Tempat Hiburan Malam

Dari riset itu, Indonesia disebut bertanggung jawab atas 3,2 juta ton sampah plastik yang mengambang di lautan. Biota laut, seperti plankton, ikan, dan burung-burung laut, bisa saja mengonsumsi sampah plastik itu.

Situasi akan memburuk ketika sampai sampah plastik masuk ke rantai makanan dari rangkaian fakta itu. Maksud hati menambah asupan gizi dengan menyantap menu masakan laut, bisa jadi yang tertelan malah sampah plastik dalam badan ikan bila kondisi itu terjadi.

Terlebih lagi, banyak orang Indonesia pada hari ini masih menggantungkan hidupnya dari laut dan hasilnya. Kalau peduli, mulai saja mengurangi penggunaan plastik dalam aktivitas harian. Misalnya, dari membawa sendiri tas atau kantong berulang pakai dari rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang
 
Pilihan Untukmu
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Tren

Profil Maya Kusmaya, Petinggi Pertamina yang Perintahkan Pertamax Dioplos

api-1 . NEXT-READ-V2
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Brandzview

Liburan di Dubai dengan Budget Rp 1 Juta per Hari? Bisa, Ini Panduan Lengkapnya

api-1 .
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Sains

Terpapar Radiasi Nuklir, Anjing Chernobyl Miliki Keunikan Genetik

api-1 . NEXT-READ-V2
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Menag: Awal Ramadhan 2025, Kemungkinan Bisa Sama dengan Muhammadiyah

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2025 di Jakarta Selama Sebulan

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Hasil Sidang Isbat, Awal Puasa 2025 Sabtu 1 Maret

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Brandzview

Atur Transaksi Kartu Kredit dengan Fitur Kontrol Transaksi Ini

api-1 .
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Regional

Tegur Kades Wiwin Komalasari, Dedi Mulyadi: Ibu Kenapa Bikin Heboh, Bikin Ramai?

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Korupsi Pertamina, Kejagung: Patra Niaga Beli Pertalite, Dioplos Jadi Pertamax

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Kejagung Tetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Skandal Korupsi Pertamina 2018-2023, Pertalite Dioplos Jadi Pertamax

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

BPKN: Masyarakat Bisa Gugat Pertamina jika Benar Beli Pertamax tapi Dapat Pertalite yang Dioplos

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

News

Terbelahnya Kepala Daerah PDI-P: Pramono Dkk Ikut Retreat, Koster Dkk Tunggu Arahan Mega

api-1 . POPULAR-INDEX
Konten disembunyikan.
Muat ulang halaman untuk perbarui rekomendasi.

Regional

Viral dan Dihujat, Kades Wiwin Komalasari Klarifikasi soal Video Geli Bawa Nasi Kotak

api-1 . POPULAR-INDEX


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau