Perubahan iklim terjadi akibat laju kenaikan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) setelah Revolusi Industri akibat penggunaan bahan bakar fosil.
Negara-negara di dunia bersepakat mencari jalan keluar melalui Kerangka Kerja Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC). Upaya ditekankan pada pengurangan emisi GRK. Negara-negara maju (Annex 1) diwajibkan menurunkan emisi. Berdasarkan prinsip "sama tetapi berbeda tanggung jawab", negara berkembang yang rentan terhadap dampak perubahan iklim harus beradaptasi.
Negara-negara maju diminta membantu melalui skema-skema pendanaan, transfer teknologi, dan penguatan kapasitas.
Indonesia pada tahun 2009 menyatakan secara sukarela menargetkan pengurangan emisi GRK dibandingkan dengan emisi jika tak ada intervensi (business as usual/BAU) sebesar 26 persen secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan asing. Lahirlah Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Belakangan, RAN-GRK dikaji ulang Bappenas. Dalam perjalanannya, RAN-GRK direvisi.
Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB, Desember 2015 di Paris, setiap negara diminta memasukkan niatan nasional untuk kontribusi pada pengurangan emisi GRK (INDC). Indonesia menargetkan penurunan emisi 29 persen dari BAU dan 41 persen dengan bantuan asing.
"Kami harus memastikan bagaimana melibatkan semua pihak untuk penurunan emisi. Target kami selesai tahun ini (INDC)," ujar Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin.
Jika Indonesia meratifikasi Kesepakatan Paris yang jadi acuan dunia, pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dan pelaksanaannya diatur undang-undang. (IKI/AIK/ICH/JOG/ISW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.