Nasir mengharapkan, penghargaan bisa memacu semangat peneliti untuk menghasilkan riset bermutu, berdampak besar secara ilmiah, dan masuk jurnal high impact.
Dalam hal publikasi ilmiah, jumlah dari Indonesia memang masih rendah dibanding negara-negara besar di Asia lainnya, seperti China dan India.
Artikel ilmiah terindeks China dan India terus meningkat sejak tahun 2010, masing-masing mencapai sekitar 45.000 tulisan dan 10.000 tulisan.
Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia juga kalah jauh dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Malaysia menembus angka 25.000 tulisan, sedangkan Thailand sekitar 12.000 tulisan.
"Indonesia cuma sedikit di atas Filipina," kata Nasir dalam konferensi pers yang diadakan pada Jumat (4/12/2015).
"Padahal, jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar dari Filipina, tetapi mereka bisa hampir menyamai kita," kata Nasir. "Ini mengkhawatirkan."
Rendahnya publikasi ilmiah menunjukkan bahwa knowledge capital atau modal pengetahuan Indonesia juga rendah.
Nasir percaya, modal pengetahuan, seperti publikasi ilmiah, merupakan modal dasar lahirnya inovasi. Inovasi adalah salah satu pembentuk daya saing bangsa, serta meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan.
Minimnya publikasi ilmiah berkorelasi dengan rendahnya daya saing bangsa.
Ranking daya saing bangsa Indonesia tahun 2015 turun. Dari posisi ke-34 pada tahun lalu, kini Indonesia menempati posisi ke-37.
Skor keseluruhan Indonesia, jika dinilai dari banyak aspek, sebenarnya tidak berubah. Namun, negara-negara lain ternyata mengembangkan daya saingnya lebih serius sehingga posisi Indonesia turun.
Di Asia Tenggara, Indonesia masih menduduki posisi keempat dalam daya saing bangsa. Indonesia kalah dengan Malaysia dan Thailand yang menduduki posisi ke-2 dan ke-3, setelah Singapura.