Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Heroik Achmad Mochtar, Dokter Indonesia yang Mati Dipancung Jepang

Kompas.com - 10/11/2015, 18:42 WIB

Mengapa kemudian hanya Achmad Mochtar yang dipancung?

Sangkot menuturkan, sebelum eksekusi, Mochtar menandatangani perjanjian dengan Kenpetai. Dalam perjanjian itu, Mochtar bersedia dinyatakan bersalah atas kematian 900 romusa asalkan stafnya bisa dibebaskan.

Penerbitan buku tentang Mochtar dalam bahasa Inggris bermaksud untuk mengungkapkan kepada dunia tentang adanya dokter yang dikriminalisasi untuk menutupi kejahatan perang. Sampai kini, Jepang tidak pernah minta maaf atas tindakannya memancung Mochtar.

Di Indonesia sendiri, Mochtar belum terlalu dihargai.

Dia pernah dianugerahi Bintang Jasa Utama pada masa Presiden Soeharto. Penghargaan itu ditujukan untuk orang yang berjasa pada kalangan terbatas.

Sangkot mengatakan, Mochtar layak menjadi pahlawan nasional dengan jasa-jasanya.

Jasa yang bisa dilihat pada Mochtar bukan hanya bahwa dia rela dipancung. Dia juga yang turut melakukan riset dan misi kedokteran pada masa Jepang.

Setelah sekolah kedokteran masa penjajahan Belanda ditutup, Mochtar turut serta membuka sekolah kedokteran Ikada Daikagu pada zaman Jepang (kini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).

Nama Mochtar kini diabadikan sebagai nama rumah sakit di Bukittinggi.

Pahlawan bangsa Indonesia bukan hanya mereka yang bertempur di medan perang, melainkan mereka yang melakukan kegiatan ilmiah dan mati karena dikriminalkan. Jepang sendiri membantai banyak intelektual Indonesia dalam tiga tahun masa penjajahannya.

Salah satu pembantaian dilakukan di Kalimantan Barat. Korban pembantaian dikubur di Makam Juang Mandor. Salah satu dari sekian banyak intelektual yang dibantai adalah dr Roebini dan dr Soesilo yang aktif melakukan riset malaria.

"Salah satu anggota keluarga dokter malah harus datang ke Kalimantan hanya untuk melihat pembantaian suami dan ayah," kata Sangkot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com