Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perikanan Berkelanjutan tanpa Sakit Sesaat pada Nelayan

Kompas.com - 12/03/2015, 10:05 WIB

Dua hal yang diperkenalkan TNC itu terdengar bagus. Namun, untuk pelaku industri seperti Kadek, hal itu sekaligus merepotkan. Biasanya, pendataan hanya ukuran dan jumlah yang dikirim ke konsumen. Tidak sampai jenis secara spesifik.

Merepotkan prosesnya, tak terbayang pula konsekuensinya. Misalnya, soal ikan tangkapan yang dibatasi ukurannya. "Hasil tangkapan bisa berkurang besar kalau begitu," ungkap Kadek.

"Selama ini kan kalau ikan ukuran besar kita kirim untuk ekspor. Yang kecil-kecil, kita jual ke pasar lokal. Orang Indonesia kan belinya yang kecil-kecil," ujar Kadek yang kini menggeluti ekspor fillet kakap ke Australia hingga tuna ke Jepang.

Dengan jumlah tangkapan yang sudah minim saat ini, pembatasan ukuran ikan tangkapan bisa semakin mencekik nelayan. Sudah berlayar lebih jauh, menghabiskan lebih banyak bahan bakar, tangkapan minim pula. Untuk nelayan, rasanya sakit.

Tapi menurut Bas Zaunbrecher, Head of Representative Technical Services LLC, salah satu perusahaan yang bergerak pada ekspor ikan ke Eropa, pengupayaan praktik perikanan yang ramah lingkungan akan menguntungkan Indonesia sendiri di masa depan.

"Di Belanda, orang sudah tidak mau mengonsumsi ikan sembarangan. Orang Belanda bukan hanya melihat ikan itu bergizi dan aman dikonsumsi atau tidak, tetapi juga menilai sumbernya dan ditangkap dengan ramah lingkungan atau tidak," jelasnya.

Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya konsumsi berkelanjutan semakin meningkat. Bukan hanya di Eropa, apa Amerika Serikat dan Jepang pun kini sudah mulai menaruh perhatian.

Zaunbrecher menambahkan, dengan mempraktikkan perikanan yang ramah lingkungan, Indonesia juga bisa menjual ikannya lebih mahal. "Ikan yang ramah lingkungan dihargai lebih tinggi," ucapnya.

Indonesia sendiri kini sebenarnya sudah merasakan kehilangan pasar karena ikan yang ditangkapnya tak bisa dipastikan ramah lingkungan. "Ada satu jenis tuna yang kita sudah tidak bisa ekspor lagi ke Eropa," kata Zaunbrecher.

Indonesia kehilangan pasar karena belum memperoleh sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC), sertifikat paling berkelas di dunia yang menyatakan bahwa suatu sumber daya ikan ditangkap dengan cara ramah lingkungan.

"Fiji sekarang sudah punya itu, jadi mereka sekarang yang kirim ke Eropa. Kita sudah tidak bisa lagi," ungkap Zaunbrecher. Menurutnya, perikanan berkelanjutan bukan pilihan bila Indonesia tak mau kehilangan pasar.

Kadek sebenarnya mengakui bahwa perikanan berkelanjutan penting bagi bisnisnya sendiri. Namun, proses menuju ke sana acapkali sangat menyakitkan, merugikan secara pendapatan. Ia mengatakan, perlu kebijakan yang membantu nelayan.

Soal sertifikasi MSC misalnya, Zaunbrecher mengakui, ongkosnya sangatlah mahal. Namun, kebijakan pemerintah bisa membantu sehingga industri skala kecil pun dapat memperoleh sertifikasi tersebut.

Peter yang sudah malang melintang di dunia perikanan Indonesia sejak tahun 1997 mengungkapkan, langkah pemerintah Indonesia untuk mengupayakan perikanan berkelanjutan saat ini sudah baik, namun perlu perbaikan pula.

Soal MSC misalnya, walaupun merupakan kewajiban setiap industri untuk memenuhinya, pemerintah bisa mendorong, terutama pada industri kecil. "Mungkin dengan melibatkan koperasi," katanya.

Di luar soal itu, Kadek mengungkapkan bahwa satu-satunya pihak yang bisa memaksa industri untuk mempraktekkan perikanan ramah lingkungan adalah konsumen, tak terkecuali orang Indonesia.

"Kalau semua konsumen maunya ikan yang punya MSC, ya kita pasti akan ke sana. Mereka mau ikan yang ukurannya tertentu, kita gerak ke sana," jelas Kadek. Orang Indonesia harus mulai memilih jenis, ukuran, dan memperhatikan cara penangkapan ikan agar sumber daya laut itu tetap lestari.

Salah satu pilar perikanan berkelanjutan lain adalah mengoptimalkan budidaya. "Jepang saja sekarang sudah budidaya tuna. padahal itu sulit dan mahal sekali," ungkap Kadek.

Ia mengungkapkan, pemerintah Indonesia perlu mendorong dan membantu nelayan mengembangkan budidaya. Kadek sendiri kini sudah memulai dengan membudidayakan kakap putih dan mengekspor hasilnya ke Australia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com