Pada suatu Selasa, Savova mengunjungi taman itu dan menjumpai betapa tempat tersebut dipenuhi oleh sampah.
"Tempat itu ditutupi oleh sampah, cup mi instan, botol air minum, kotak jus dan usus, bungkus permen, semua jenis plastik, dan beberapa pasang sandal tak berpemilik," tulis Savova.
Adanya sandal yang tak berpemilik membuat Savova heran. "Saya tak habis pikir bagaimana bisa orang kehilangan alas kaki bagus dan tak menyadarinya, berjalan kaki telanjang," katanya.
Mempersalahkan, tidak bertanggung jawab
Ketika menjumpai lingkungan yang kotor, Savova mengatakan bahwa banyak warga menyalahkan pihak lain, seperti pemerintah dan bahkan komunisme.
"Tak ada yang berhenti sejenak dan berpikir itu adalah salah mereka sendiri. Beberapa orang berpikir bahwa mereka hidup di lingkungan kotor karena miskin. Itu absurd," tulis Savova.
"Biarkan saya mengingatkan kamu tentang banyaknya pengungsi di Somalia. Mereka tidak kotor karena mereka tidak membuang sesuatu. Bukan kemiskinan sebabnya," imbuhnya.
Savova menganggap banyak warga Bandung tak bertanggung jawab dalam mengelola lingkungannya sendiri.
"Bagaimana mereka tidak berpikir tentang alam, kualitas hidup, pemanasan global, dan kebersihan dasar, yang bahkan hewan saja tak membuang kotoran di tempat tidurnya," sambungnya.
Memulung dan ditertawakan
Savova mencoba membuat perubahan. Pada Rabu (16/1/2014), ia membawa kantong plastik berukuran 1,5 x 1 meter untuk membersihkan sampah.
Ia menceritakan, dalam jarak 200 meter saja, kantong plastik besar yang dibawanya sudah penuh dengan sampah.
Ketika mengumpulkan sampah, ia mendapat beragam respons dari warga yang melihatnya. Ternyata, cuma sedikit yang merasa malu.
Ia mengatakan, ada warga yang ternyata justru menertawakannya. "Karena membersihkan sampah adalah tugas orang miskin, bodoh, dan tak berpendidikan, sedangkan orang yang terhormat hanya membuang sampahnya dan pergi," ungkapnya.
Ada pula orang yang menjerit ketika melihat aksi Savova, menganggap bahwa apa yang dilakukannya kotor. Sampah tak seharusnya disentuh.