Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/10/2013, 08:43 WIB
Wardah Fazriyati

Penulis

Melalui pernyataan sikapnya, IDI juga menyesalkan dan mengutuk peristiwa pemecatan dan pemberian Surat Peringatan kepada total 23 dokter di RSUD Tangerang Selatan oleh direktur rumah sakit tanpa didasari aturan berlaku.

Mengenai kasus ini, Hendrarto menjelaskan duduk perkaranya. Sebanyak 23 dokter, di antaranya 18 dokter spesialis, dokter umum , dan dokter gigi mendapatkan SP I dan SP II, dan pemecatan lima dokter teridiri dari tiga dokter spesialis (bedah tulang, bedah umum, mata), dan dua dokter umum oleh Direktur RSUD Tangerang Selatan. Ke-23 dokter ini mendapatkan sanksi akibat petisi yang mereka ajukan. Isi petisi tersebut di antaranya menolak hadirnya dokter asing, terkait transfer knowledge, dan mengenai direktur utama RSUD Tangerang Selatan yang bukan berasal dari kalangan medis.

Menekankan pernyataan sikap IDI, Hendrarto mengatakan penertiban dokter asing perlu dilakukan dengan lebih selektif. "Mereka punya kelebihan apa, apakah direkomendasi oleh perhimpunan dokter di sana atau tidak, memberi manfaat apa dalam rangka transfer ilmu, membawa perubahan atau tidak," paparnya.

Di Amerika Serikat, kata Hendrarto, masalah kesehatan semacam ini masuk dalam pertahanan negara. Jika suatu daerah masuk unsur asing, ini mengganggu kedaulatan, berkaitan dengan keamanan.

Terkait penertiban dokter asing, Zainal juga menjelaskan dokter asing ketika masuk ke Indonesia perlu menjalani prosedur umum. Di antaranya, menjalani verivikasi ijazah kompetensi dengan kata lain jangan sampai dokter gadungan yang datang. Dokter asing juga harus beradaptasi saat masuk Indonesia, ini terkait standar kompetensi dan kurikulum di negara asalnya yang belum tentu sama dengan Indonesia. Dokter asing juga semestinya melakukan uji kompetensi, menghadap konsul kedokteran sebagai wakil negara di bidang kesehatan.

Menyoal alih teknologi atau transfer ilmu, Zainal menjelaskan, dokter asing juga aturannya tidak menyasar rumah sakit daerah. Saat transfer ilmu, dokter asing juga perlu ada pendamping dari dokter setempat yang setara spesialisasinya dengannya.

Risiko

Selain terkait pertahanan keamanan negara, keberadaan dokter asing juga bisa menimbulkan risiko bagi pasien. Ketika dokter asing berpraktik dengan leluasa tanpa mengikuti prosedur, Hendrarto mengatakan, ada kekhawatiran gaya mereka melayani pasien tidak sesuai dengan adat kebiasaan di Indonesia.

"Khawatirnya kalau dokter asing punya langgam berbeda saat melayani pasien. Apakah ketika mereka menyampaikan sesuatu, bisa dimengerti oleh pasien," ungkapnya.

Risiko kesehatan juga bisa terjadi, lanjutnya. Karena ketika melakukan tindakan medis, jika tidak dibarengi dengan kesiapan alat yang baik dan steril, ini bisa menimbulkan risiko lain bagi pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com