Bukan cuma perbedaan karakteristik dan eksotisme yang membuat penemuan hiu "berkalan" dengan nama spesies Hemiscyllium halmahera itu istimewa. Penemuan itu juga mengungkap kesamaan distribusi antara hiu "berjalan" dan burung cendrawasih alias si burung surga.
Burung cendrawasih diketahui hanya dapat ditemukan di wilayah Australia, Papua, Papua Niugini, dan wilayah Maluku. Indonesia adalah surga bagi burung surga. Dari 39 spesies burung cendrawasih yang tersebar di wilayah tersebut, sebagian besar terdapat di Indonesia.
Burung cendrawasih yang dapat ditemui di Halmahera adalah Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii), burung cendrawasih yang berukuran sekitar 28 cm dan berwarna coklat zaitun. Ini adalah burung endemis kepulauan Maluku.
Sementara itu, hiu "berjalan" semula diduga hanya ditemukan di perairan Australia bagian utara, Papua Niugini, dan Papua. Total, ada 9 spesies hiu "berjalan" yang sudah ditemukan hingga kini. Dari jumlah tersebut, 6 spesies terdapat di perairan Indonesia. Jadi, Indonesia juga surga bagi hiu ini.
Hiu "berjalan" yang pertama ditemukan adalah H ocellatum di Australia. Sementara itu, dalam satu dekade terakhir sebelum temuan hiu "berjalan" Halmahera, ditemukan tiga spesies hiu "berjalan" baru, di Kaimana (H henryi) dan Cendrawasih (H galei) tahun 2008 dan Papua Niugini (H michaeli) tahun 2010.
Temuan H halmahera mengungkap bahwa persebaran hiu "berjalan" lebih luas dari yang diduga. Bukan hanya di Papua, melainkan tersebar 300 kilometer lebih ke barat. Sejauh ini, hanya spesies H halmahera yang ditemukan di Halmahera.
Mark Erdmann dalam publikasi penemuan H halmahera di Journal of Ichtyology pada Juli lalu mengungkapkan bahwa ada teori yang menyebutkan jika fragmen wilayah Halmahera dahulu terletak berdekatan dengan Papua.
Namun, pada masa Miocene dan Pleistocene, fragmen itu bergerak menjauh ke barat, mencapai wilayahnya kini pada beberapa juta tahun lalu. Pergerakan ini yang memengaruhi persebaran burung cendrawasih dan hiu "berjalan".
Moyang spesies H halmahera dahulu diduga hidup di fragmen Halmahera yang berdekatan dengan Papua. Namun, akibat pergerakan, moyang spesies itu seperti "terseret" ke barat dan berkembang menjadi spesies yang ditemui sekarang. Burung cendrawasih juga bernasib sama.
Bukti pendukung skenario tersebut adalah ditemukannya pula jenis anggang-anggang air tawar di Halmahera yang memiliki kesamaan spesies dengan yang ada di Papua. Erdmann sendiri mencatat beberapa spesies ikan karang di Papua juga tersebar di Halmahera.
Benarkah skenario geologi yang menyebabkan hiu "berjalan" dan cendrawasih menyebar hingga Halmahera. Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan bahwa skenario itu "sangat mungkin".
Halmahera setidaknya dipengaruhi oleh lempeng Filipina dan subduksi ganda yang berada di tengah wilayahnya. Subduksi ganda adalah pertemuan antar-dua lempeng yang saling mendorong satu sama lain. Subduksi ganda seperti di Halmahera hanya sedikit di dunia.
Pergerakan fragmen wilayah Halmahera menjauhi Papua sendiri. Menurut Irwan, hal itu diduga kuat karena aktivitas lempeng Filipina. Walaupun demikian, kepastian waktu pergerakan itu dimulai dan berakhir pada posisinya sekarang belum diketahui pasti.
Yang jelas, fragmen Halmahera terus bergerak. "Kalau saat ini, Halmahera sedang bergerak ke barat," kata Irwan. Pergerakan ini secara teoretis juga akan memengaruhi penyebaran fauna di masa yang akan datang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.