Kilau dari Supernova dan Bintang Mati

Kompas.com - 02/08/2013, 11:58 WIB

Oleh M ZAID WAHYUDI

KOMPAS.com — Sejak zaman tembaga atau era chalcolithic sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi hingga era digital saat ini, kilau emas tak pernah pudar. Tak hanya penambah kecantikan dan perlambang kekayaan, emas juga menjadi simbol kejayaan dan kedigdayaan.

Menjelang Lebaran, toko emas ramai dikunjungi pembeli. Selain untuk mempercantik penampilan, perhiasan emas juga banyak digunakan orang selama silaturahim untuk menunjukkan kekayaan dan keberhasilan walau ketika Lebaran usai perhiasan itu digadaikan atau dijual kembali.

Membeli emas tak melulu untuk dipakai. Sebagian orang membeli emas untuk investasi, seperti yang dilakukan saat harga emas turun pada akhir April hingga awal Juli lalu. Emas kini juga digunakan untuk keperluan medis, industri, pangan, hingga komponen elektronik.

Dibandingkan logam lain, harga emas jauh lebih mahal. Harga emas batangan PT Aneka Tambang per Selasa (30/7/2013) mencapai Rp 503.000 per gram untuk pecahan 1 gram dan Rp 463.600 per gram untuk pecahan 500 gram. Sementara harga perak pada saat sama hanya Rp 12.700 per gram untuk ukuran 250 gram dan Rp 11.900 per gram untuk ukuran 500 gram.

”Harga emas mahal karena jumlahnya sangat sedikit di alam,” kata ahli genesis mineral yang juga Ketua Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Syafrizal, Selasa (30/7/2013).

Data Goldsheet Mining Directory (goldsheetlinks.com) menyebutkan, produksi emas dunia sejak tahun 1835-2011 hampir mencapai 170.000 metrik ton. Dari jumlah itu, 80 persen ditambang sejak tahun 1910 hingga sekarang.

Untuk tahun 2009 saja produksi emas dunia mencapai 2.572 metrik ton dan menempatkan Indonesia sebagai produsen emas ketujuh dunia dengan produksi 90 metrik ton.

Selain jumlahnya terbatas, demikian Syafrizal, ongkos penambangan dan pengolahan emas dari bentuk asal menjadi logam emas murni tidak murah. Persepsi manusia sejak dulu yang menganggap emas sebagai logam mulia turut membuat mahal harga emas.


Pembentukan

Emas termasuk unsur berat karena memiliki massa atom yang besar. Karena itu, emas di Bumi terletak di dekat inti Bumi. Sejumlah proses geologi membuat emas yang ada di magma Bumi naik ke kerak hingga permukaan Bumi.

Emas tidak ditemukan sebagai logam tunggal di alam. Ia biasanya berasosiasi dengan logam lain, seperti tembaga, seng, timbal, aluminium, atau molibdenum.

Menurut Syafrizal, emas terbentuk melalui proses mineralisasi atau terbentuknya mineral yang mengandung unsur-unsur logam tertentu. Mineralisasi berasal dari proses lebur kembalinya sebagian kerak Bumi menjadi magma (partial melting) akibat tumbukan kerak (lempeng) benua dan kerak samudra yang menghasilkan panas tinggi.

Magma yang cair itu akan bergerak ke permukaan Bumi melalui zona-zona lemah. Zona ini salah satunya terbentuk dari pecahnya batuan akibat tumbukan antarlempeng.

”Mineralisasi juga bisa terjadi akibat terbentuknya zona permeabel (dapat dilewati cairan) yang memungkinkan magma menuju permukaan,” katanya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau