Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritus Kure, Jejak Awal Penyebaran Katolik di Timor

Kompas.com - 28/03/2013, 03:32 WIB

Sebagaimana lazimnya, umat Katolik setelah mengikuti perayaan Kamis Putih dalam pekan Paskah tidak langsung bubar. Mereka berkumpul di depan gereja dan secara bersama mengikuti prosesi ritual kure. Arakan umat menyinggahi 18 ume mnasi. Setiba di setiap ume mnasi dan sambil terus memanjatkan doa, mereka berhenti sejenak di depan berbagai jenis sarana keagamaan peninggalan Portugis. Benda sakral berusia sangat tua itu, antara lain, berupa patung Bunda Maria, patung Yesus disalibkan, dan rosario. Uniknya lagi, sebelum melanjutkan prosesinya, peserta tanpa kecuali memperoleh pembagian hasil kebun dari setiap tetua ume mnasi yang disinggahi.

Seperti dikisahkan Namo, Daniel, Alex da Costa, Daminanus Salem (44), dan sejumlah tetua lain di Noemuti Kote, ritus kure yang berlangsung Kamis malam (pekan Paskah) sebenarnya didahului kesibukan yang disebut bualoet. Intinya adalah pengumpulan hasil kebun berupa sirih, pinang, tembakau, tebu, jeruk, dan lainnya dari seluruh keluarga melalui tetua masing-masing suku pendukung kure. Hasil kebun itulah yang kemudian dibagikan kepada peserta prosesi kure.

Kegiatan bualoet biasanya berlangsung pada Rabu, satu hari sebelum puncak perayaan kure. Pada Rabu itu pula, para tetua setiap suku melakukan kegiatan yang disebut taniu usi neon. Wujudnya adalah kesibukan memandikan berbagai sarana keagamaan yang mereka miliki sebelum benda benda sakral itu diletakkan di ruang terbuka menyongsong prosesi kure.

Belum diketahui secara pasti sejak kapan leluhur Noemuti Kote mengenal ritus kure. Pakar misiologi bidang pewartaan dan budaya, Romo Ockto Naif Pr, memperkirakan tradisi unik itu mulai dilaksanakan di Noemuti Kote sejak abad ke-16.

Mengutip berbagai sumber, Ockto, yang kini dosen pada Fakultas Filsafat Agama Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, mencatat misionaris Portugis selama 7-8 tahun sejak tahun 1512 setidaknya dua kali dalam setahun, yakni pada Januari dan September, mengunjungi Timor dan Solor (pulau kecil di depan Larantuka, Flores Timur). Disebutkan pula, bangsa Portugis bersama misionarisnya mulai menetap di Lifao (kini Oekusi) pada tahun 1520. Lifao atau Oekusi adalah daerah enklave Timor Leste, yang wilayahnya di sebelah utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Antara Lifao dan Noemuti berjarak hanya sekitar 70 km.

Bukan bahasa dawan

Bahasa dawan adalah bahasa ibu masyarakat Timor umumnya, termasuk di kawasan Noemuti. Namun, kata kure dipastikan tidak berakar dari bahasa dawan. Bagi pengguna bahasa dawan, kata kure hanya ditemukan di Noemuti Kote, itu pun terkait ritus kure.

Pastor Andreas Sa’u SVD melalui bukunya, Menghargai Tradisi Menghormati Karya Manusia (2008), menduga kata kure berasal dari bahasa Latin, currere, yang berarti berjalan, menjelajahi atau merambat. Mungkin juga dari kata Latin lainnya, cura yang berarti ibadah, penyembahan kepada dewa-dewi. Dengan demikian, kure bisa dimengerti sebagai kegiatan berjalan sambil berdoa dari rumah ke rumah.

Ockto Naif berpandangan kalau tradisi doa kure sesungguhnya bermakna ganda. Selain merupakan devosi untuk keselamatan jiwa, kure juga bermakna menjaga sekaligus mengeratkan kebersamaan warga antarsuku di Noemuti Kote.

”Dorongan semangat kebersamaannya sangat kuat, ditandai antara lain melalui prosesi secara bersama dari rumah ke rumah. Itu dilakukan sambil berdoa secara bersama pula,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com