”Dulu memang setengah mati cari ikan hias. Sehari hanya mendapat lima atau tujuh ikan. Setelah ada ajakan untuk mengembalikan kondisi ekosistem laut yang bisa berdampak pada ekonomi kami sendiri, saya pun bergabung. Itulah harapan baru,” kata Imam.
Selama ini, ikan hias yang diproduksi nelayan Desa Bangsring di antaranya ikan badut (clownfish) dan ikan scorpion, selain juga banyak jenis lain. Sejak dulu, Desa Bangsring memang tercatat sebagai daerah penghasil ikan hias terbesar di Banyuwangi. Bahkan, ikan-ikan itu menjadi komoditas ekspor ke Jepang, Taiwan, Singapura, dan negara lain.
Tohari (50), nelayan yang kini menjadi kader konservasi pantai Desa Bangsring, mengaku, dulu, saat mencari ikan, ia sering memakai bahan kimia agar mendapatkan hasil banyak. Ketika itu, ia bisa menangkap 20-25 ikan per hari. Namun, karena jumlah ikan di pantai kian menyusut, akhirnya Tohari memilih cara lebih aman untuk menangkap ikan.
Pelajaran berharga sejak nelayan Desa Bangsring aktif dalam penyelamatan ekosistem pantai, praktik penggunaan
Menurut Ikhwan, kalaupun ada nelayan yang nakal, yang masih menggunakan bom dan racun untuk menangkap ikan, biasanya dari luar Bangsring.
Pelan-pelan, dampak positif pemeliharaan lingkungan memang mulai dirasakan nelayan setempat. Namun, tantangannya pada masa mendatang adalah mungkinkah langkah mulia ini bisa terus bertahan selamanya? Waktu yang akan menjawab.