Meskipun penanaman bibit terumbu karang itu butuh waktu dan biaya, pada akhirnya nelayan bisa melakukannya sendiri. Pembiayaan pembuatan demplot ditanggung bersama dengan iuran untuk membeli pipa paralon dan semen. Besaran iuran ditentukan dari banyaknya terumbu karang yang akan ditanam. Adakalanya, untuk membuat satu demplot yang berisi 16 terumbu karang, mereka harus merogoh kocek Rp 10.000-Rp 20.000 per orang. ”Namun, iuran bukan yang utama, yang penting adalah kerja samanya,” ucap Ikhwan.
Sistem adopsi juga dilakukan untuk meringankan cicilan yang harus dibayar nelayan. Dengan sistem ini, setiap warga atau pihak lain bisa memberikan donasi untuk kegiatan penyelamatan lingkungan terumbu karang. Mereka yang ikut memberikan donasi dijuluki ”bapak asuh terumbu karang”.
”Dengan Rp 100.000, mereka yang dijuluki bapak asuh ini bisa ikut menanam satu bibit terumbu karang. Nama mereka dicantumkan di demplot,” ujar Ikhwan.
Cara tersebut ternyata lebih murah dan sederhana dibandingkan metode yang ditempuh pemerintah dengan cara menenggelamkan beton yang nilainya ratusan juta rupiah. Hanya dengan modal mulai dari Rp 1 juta-Rp 2 juta, nelayan Bangsring bisa bersama-sama menumbuhkan terumbu karang di laut.
Dari catatan Ikhwan, tahun lalu, jumlah ”bapak asuh terumbu karang” mencapai 200 orang lebih. Artinya, ada 200 lebih
Selain menerapkan sistem program bapak asuh, para nelayan di Bangsring juga menerapkan kebijakan tersendiri untuk melindungi wilayah terumbu karangnya. Mereka sepakat membuat zona konservasi seluas 5.000 meter persegi di pantai Bangsring, yang tak boleh diganggu. Di zona tersebut, nelayan setahun sekali menebar benih udang dan bandeng. Mereka juga bersepakat untuk tak menangkap ikan di kawasan itu karena merupakan kawasan pembiakan.
”Larangan itu kami berlakukan agar bibit ikan punya kesempatan untuk berkembang biak. Kawasan untuk menangkap ikan sudah cukup luas. Jadi, kalau cuma 5.000 meter persegi untuk dilindungi, ya pastinya tak berat,” kata Amir (33), nelayan Bangsring lainnya.
Tentu, mengajak masyarakat memelihara ekosistem laut bukan hal mudah. Pada awalnya, masyarakat Desa Bangsring banyak yang tak tertarik untuk mengembalikan kondisi lingkungan kawasan terumbu karang. Namun, akhirnya sedikit demi sedikit nelayan tergerak untuk mulai bergabung setelah melihat hasil nyata dari langkah Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti menyelamatkan lingkungan.
Salah seorang yang tergerak adalah Imam (38), yang juga warga Desa Bangsring. Ia mengaku awalnya memang tak tertarik dengan kegiatan tersebut. Alasannya, waktu itu ia sibuk mencari ikan. Namun, mereka akhirnya tertarik setelah menyadari sulitnya mencari ikan jika kondisi lingkungan rusak.